Senin, 30 April 2012

DAS dan Pengelolaannya

Daerah Aliran Sungai dan Banjir



Pengertian Daerah Aliran Sungai (DAS)

Suatu “daerah aliran sungai” atau DAS adalah sebidang lahan yang menampung air hujan dan mengalirkannya menuju parit, sungai dan akhirnya bermuara ke danau atau laut. Istilah yang juga umum
digunakan untuk DAS adalah daerah tangkapan air (DTA) atau catchment atau watershed. Batas DAS adalah
punggung perbukitan yang membagi satu DAS dengan DAS lainnya (Gambar 1).
Gambar 1. Skema sebuah Daerah Aliran Sungai (DAS).
Gambar 1. Skema sebuah Daerah Aliran Sungai (DAS).
Karena air mengalir dari tempat yang tinggi ke tempat yang lebih rendah sepanjang lereng maka garis batas sebuah DAS adalah punggung bukit sekeliling sebuah sungai. Garis batas DAS tersebut merupakan garis khayal yang tidak bisa dilihat, tetapi dapat digambarkan pada peta.
Batas DAS kebanyakan tidak sama dengan batas wilayah administrasi. Akibatnya sebuah DAS bisa berada pada lebih dari satu wilayah administrasi. Ada DAS yang meliputi wilayah beberapa negara (misalnya DAS Mekong), beberapa wilayah kabupaten (misalnya DAS Brantas), atau hanya pada sebagian dari suatu kabupaten.
Tidak ada ukuran baku (definitif) suatu DAS. Ukurannya mungkin bervariasi dari beberapa hektar sampai ribuan hektar. DAS Mikro atau tampungan mikro (micro catchment) adalah suatu cekungan pada bentang lahan yang airnya mengalir pada suatu parit. Parit tersebut kemungkinan mempunyai aliran selama dan sesaat sesudah hujan turun (intermitten flow) atau ada pula yang aliran airnya sepanjang tahun (perennial flow). Sebidang lahan dapat dianggap sebagai DAS jika ada suatu titik penyalur aliran air keluar dari DAS tersebut.

Sebuah DAS yang menjadi bagian dari DAS yang lebih besar dinamakan sub DAS; merupakan daerah tangkapan air dari anak sungai.
DAS dapat dibagi ke dalam tiga komponen yaitu: bagian hulu, tengah dan hilir. Ekosistem bagian hulu merupakan daerah tangkapan air utama dan pengatur aliran. Ekosistem tengah sebagai daerah distributor dan pengatur air, sedangkan ekosistem hilir merupakan pemakai air. Hubungan antara ekosistem-ekosistem ini menjadikan DAS sebagai satu  kesatuan hidrologis. Di dalam DAS terintegrasi berbagai faktor yang dapat mengarah kepada kelestarian atau degradasi tergantung bagaimana suatu DAS dikelola.
Di pegunungan, di dataran tinggi dan dataran rendah sampai di pantai dijumpai iklim, geologi, hidrologi, tanah dan vegetasi yang saling berinteraksi membangun ekosistem.
Setiap ekosistem di dalam DAS memiliki komponen hidup dan tak-hidup yang saling berinteraksi. Memahami sebuah DAS berarti belajar tentang segala proses-proses alami yang terjadi dalam batas sebuah DAS.
Sebuah DAS yang sehat dapat menyediakan:
  • Unsur hara bagi tumbuh-tumbuhan
  • Sumber makanan bagi manusia dan hewan
  • Air minum yang sehat bagi manusia dan makhluk lainnya
  • Tempat berbagai aktivitas manusia dan hewan
Beberapa proses alami dalam DAS bisa memberikan dampak menguntungkan kepada sebagian kawasan DAS tetapi pada saat yang sama bisa merugikan bagian yang lain. Banjir di satu sisi memberikan tambahan tanah pada dataran banjir tetapi untuk sementara memberikan dampak negatif kepada manusia dan kehidupan lain.
Sumber: Fahmudin Agus dan Widianto (2004). “Petunjuk Praktik Konservasi Tanah Pertanian Lahan Kering “. Bogor: World Agroforestry Centre ICRAF Southeast Asia. Hal 3 – 4

Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS)

Apa yang Dimaksud dengan DAS?

Daerah aliran sungai (DAS) adalah suatu wilayah yang dibatasi oleh punggungpunggung bukit yang menampung air hujan dan mengalirkannya melalui saluran air, dan kemudian berkumpul menuju suatu muara sungai, laut, danau atau waduk.

Apa yang dimaksud dengan pengelolaan DAS?

Pada daerah aliran sungai terdapat berbagai macam penggunaan lahan, misalnya hutan, lahan pertanian, pedesaan dan jalan. Dengan demikian DAS mempunyai berbagai fungsi sehingga perlu dikelola.
Pengelolaan DAS merupakan suatu kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat, petani dan pemerintah untuk memperbaiki keadaan lahan dan ketersediaan air secara terintegrasi di dalam suatu DAS.
Dari namanya, ‘DAS’ menggambarkan bahwa ‘sungai’ atau ‘air’ merupakan faktor yang sangat penting dalam pengelolaan DAS karena air menunjang kehidupan berbagai makhluk hidup di dalamnya.

Apa saja masalah pada DAS?

Masalah pada DAS yang utama berhubungan dengan jumlah (kuantitas) dan mutu (kualitas) air.
  • Air sungai menjadi berkurang (kekeringan) atau menjadi terlalu banyak (banjir) menggambarkan jumlah air.
  • Air sungai yang bersih menjadi keruh karena erosi dan hanyutnya zat beracun dari daerah perindustrian atau pertanian menggambarkan mutu air.

Apa tujuan pengelolaan DAS?

Pengelolaan DAS bertujuan untuk:
  • Mengkonservasi tanah pada lahan pertanian.
  • Memanen/menyimpan kelebihan air pada musim hujan dan memanfaatkannya pada musim kemarau.
  • Memacu usahatani berkelanjutan dan menstabilkan hasi l panen melalui perbaikan pengelolaan sistem pertanian.
  • Memperbaiki keseimbangan ekologi (hubungan tata air hulu dengan hilir, kualitas air, kualitas dan kemampuan lahan, dan keanekaragaman hayati).

Bagaimana Mengelola DAS?

Sebelum mengelola DAS perlu diketahui beberapa hal:
  • Apa yang ada di dalam DAS (apa potensi DAS)?
  • Apa masalah yang ada di dalam DAS?
  • Apa yang kita inginkan dari pengelolaan DAS?
  • Apa yang bisa diperbaiki/dirubah?
  • Bagaimana cara memperbaikinya?
  • Apa dampak perbaikan tersebut terhadap masyarakat yang ada di dalam DAS?
Dengan menjawab pertanyaan tersebut di atas, akan terbentuk ‘visi (pandangan ke depan) tentang pengelolaan DAS. Tanpa memahami ‘visi’, maka tujuan untuk mengembangkan dan meningkatkan kualitas
DAS menjadi tidak jelas.

Contoh jawaban dari pertanyaan tersebut

  • Potensi DAS: Kemiringan lahan rata-rata 40%, curah hujan tahunan 2200 mm, kesuburan sedang, luas DAS 22,000 ha, jumlah penduduk 50,000 jiwa. DAS digunakan untuk pertanian tanaman semusim secara intensif.
  • Masalah: Air sungai makin berlumpur dan banjir lebih sering terjadi dibandingkan  dengan ketika lahan masih berupa hutan.
  • Tujuan pengelolaaan: Air sungai bersih kembali dan banjir terkendali
  • Perbaikan yang mungkin dilakukan: Perubahan pola tanam menjadi tanaman tahunan atau campuran tanaman tahunan dengan tanaman semusim dan pembuatan embung.
  • Perubahan yang mungkin terjadi: Kekeruhan air sungai dan banjir berkurang,  air untuk minum ternak dan menyiram tanaman tersedia lebih lama karena adanya embung.

Komponen-komponen dalam pengelolaan DAS

  • Pengelolaan dan konservasi lahan pertanian
  • Pembuatan dan pemeliharaan saluran air, bangunan terjunan air dan sebagainya.
  • Peningkatan penutupan lahan melalui penerapan teknik agroforestri, hutan rakyat, hortikultura buah-buahan, penanaman hijauan pakan ternak dan perikanan darat.
  • Pemeliharaan tebing sungai
  • Pengembangan infrastruktur yang sesuai, misalnya pembangunan sarana irigasi.

Hutan dan hubungannya dengan pengelolaan DAS

Hutan mempunyai peranan penting dalam mengkonservasi DAS. Dengan semakin berkurangnya hutan, maka timbul berbagai masalah dalam pengelolaan DAS, karena hutan mempunyai sifat:
  • Meredam tingginya debit sungai pada musim hujan, dan berpotensi memelihara kestabilan aliran air sungai pada musim kemarau
  • Mempunyai serasah yang tebal sehingga memudahkan air meresap ke dalam tanah dan mengalirkannya secara perlahan ke sungai. Selain itu, lapisan serasahnya juga melindungi permukaan tanah dari gerusan aliran permukaan sehingga erosi pada tanah hutan sangat rendah.
  • Mempunyai banyak pori makro dan pipa di dalam tanah yang memungkinkan pergerakan air secara cepat ke dalam tanah.
Karena sifat-sifat hutan yang mengutungkan tersebut, maka hutan perlu dipertahankan. Apabila hutan sudah terlanjur dibuka (terutama pada bagian DAS yang peka erosi), penggunaan lahannya perlu diusahakan supaya mendekati bentuk hutan. Sistem agroforestri pada dasarnya ditujukan untuk mengembalikan
berbagai fungsi hutan. (J. Ruijter dan F. Agus April 2004).

Pengelolaan DAS

Dalam mengelola sumberdaya lahan suatu DAS perlu diketahui apa yang menjadi masalah utama DAS. Masalah DAS pada dasarnya dapat dibagi menjadi:
a. Kuantitas (jumlah) air
    • Banjir dan kekeringan
    • Menurunnya tinggi muka air tanah
    • Tingginya fluktuasi debit puncak dengan debit dasar.
b. Kualitas air
    • Tingginya erosi dan sedimentasi di sungai
    • Tercemarnya air sungai dan air tanah oleh bahan beracun dan berbahaya
    • Tercemarnya air sungai dan air danau oleh hara seperti N dan P (eutrofikasi)
Masalah ini perlu dipahami sebelum dilakukan tindakan pengelolaan DAS. Sebagai contoh, apabila masalah utama DAS adalah kurangnya debit air sungai untuk menggerakkan turbin pembangkit listrik tenaga air (PLTA), maka penanaman pohon secara intensif tidak akan mampu meningkatkan hasil air. Seperti telah diterangkan terdahulu, pohon-pohonan mengkonsumsi air lebih tinggi dibandingkan dengan tanaman pertanian semusim dan tajuk pohon-pohonan mengintersepsi sebagian air hujan dan menguapkannya kembali ke udara sebelum mencapai permukaan tanah.
Apabila masalah utama suatu DAS adalah kerawanan terhadap banjir maka teknik yang dapat ditempuh adalah dengan mengusahakan agar air lebih banyak meresap ke dalam tanah di hulu dan di bagian tengah DAS. Usaha ini dapat ditempuh dengan menanam pohon dan/atau dengan tindakan konservasi sipil teknis seperti pembuatan sumur resapan, rorak dan sebagainya.
Apabila yang menjadi masalah DAS adalah tingginya sedimentasi di sungai maka pilihan teknik konservasi yang dapat dilakukan adalah dengan memperbaiki fungsi filter dari DAS.
Peningkatan fungsi filter dapat ditempuh dengan penanaman rumput, belukar, dan pohon pohonan atau dengan membuat bangunan jebakan sedimen (sediment trap). Apabila menggunakan metode vegetatif, maka penempatan tanaman di dalam suatu DAS menjadi penting. Penanaman tanaman permanen pada luasan sekitar 10% saja dari luas DAS, mungkin sudah sangat efektif dalam mengurangi sedimentasi ke sungai asalkan tanaman tersebut ditanam pada tempat yang benar-benar menjadi masalah, misalnya pada zone riparian (zone penyangga di kiri kanan sungai).
Apabila suatu DAS dihutankan kembali maka pengaruhnya terhadap tata air DAS akan memakan waktu puluhan tahun. Pencegahan penebangan hutan jauh lebih penting dari pada membiarkan penebangan hutan dan menanami kembali lahan gundul dengan pohonpohonan.
Lagipula apabila penanaman pohon dipilih sebagai metode pengatur tata air DAS, penanamannya harus mencakup sebagian besar wilayah DAS tersebut. Jika hanya 20- 30% dari wilayah DAS ditanami, pengaruhnya terhadap tata air mungkin tidak nyata.
Penyebaran tanaman kayu-kayuan secara merata dalam suatu DAS tidak terlalu memberikan arti dalam menurunkan sedimentasi. Tabel 4.1 memberikan ringkasan masalah DAS dan alternatif teknologi yang dapat dipilih untuk mengatasinya.
Sumber: Fahmudin Agus dan Widianto (2004). “Petunjuk Praktik Konservasi Tanah Pertanian Lahan Kering “. Bogor: World Agroforestry Centre ICRAF Southeast Asia. Hal 26-28

Teknologi Pengelolaan DAS

Permasalahan pokok yang mungkin dijumpai di dalam DAS adalah erosi dan degradasi lahan, kekeringan dan banjir, penurunan kualitas air sungai, dan pendangkalan sungai, danau atau waduk. Pemilihan teknologi untuk pengelolaan DAS tergantung pada sifat DAS yang mencakup tanah, iklim, sungai, bukit dan masyarakat yang ada di dalamnya. Oleh sebab itu tidak ada resep umum yang bisa diberikan dalam memecahkan permasalahan DAS.
Pertimbangan pemilihan teknologi itu adalah tercapainya sasaran konservasi lahan dan meningkatnya kesejahteraan masyarakat yang ada di dalamnya. Berikut ini disampaikan prinsip-prinsip tindakan yang harus dilaksanakan dalam pengelolaan DAS sehingga masyarakat dapat memilih teknologi yang sesuai:
  • Penggunaan lahan harus disesuaikan dengan sifat dan kemampuan lahan bersangkutan. Tanah yang berlereng curam, misalnya lebih curam dari 40%, tidak aman bila digunakan secara intensif untuk tanaman semusim. Penuntun praktis kriteria kesesuaian lahan diberikan di dalam buku Djaenuddin et al. (2003). Di dalam buku tersebut diuraikan tanaman apa yang cocok ditanam pada lahan tertentu.
  • Memaksimalkan penutupan tanah dengan menggunakan tanaman penutup, karena dengan banyaknya tajuk dan seresah tanaman, akan semakin terlindung permukaan tanah dari terpaan air hujan dan makin terbentuk jaringan penyaring erosi.
  • Mempertahankan sebanyak mungkin air hujan pada tempat di mana air tersebut jatuh, sehingga mengurangi aliran permukaan.
  • Mengalirkan kelebihan air permukaan dengan kecepatan yang aman ke kolam-kolam penampung untuk digunakan kemudian.
  • Menghindari terbentuknya parit (gully) dan menghambatnya (menyumbat) dengan sumbat parit (gully plug) pada interval yang sesuai untuk mengendalikan erosi dan pengisian kembali air tanah
  • Memaksimalkan produktivitas lahan per satuan luas, per satuan waktu, dan per satuan volume air.
  • Meningkatkan intensitas pertanaman dengan tanaman sela dan menata pola pergiliran tanaman.
  • Menstabilkan sumber penghasilan dan mengurangi resiko kegagalan selama terjadinya penyimpangan iklim (terlalu sedikit atau terlalu banyak hujan).
  • Meningkatkan/memperbaiki infrastruktur yang dapat membantu kelancaran distribusi, pemasaran, dan penyimpanan hasil pertanian.
  • Untuk daerah beriklim kering, kegiatan terutama ditujukan untuk meningkatkan penyimpanan air tanah melalui peningkatan kapasitas infiltrasi dan simpanan air di permukaan tanah melalui pembuatan sumur, rorak atau embung penampung air.
  • Sisa tanaman perlu dikembalikan ke permukaan tanah baik secara langsung misalnya dalam bentuk mulsa atau dalam bentuk kompos.
  • Tindakan konservasi tanah harus disesuaikan dengan keadaan sosial ekonomi setempat (misalnya status pemilikan tanah, tenaga kerja, penghasilan rumah tangga). Tindakan konservasi yang mudah diterima petani adalah tindakan yang memberi keuntungan jangka pendek dalam bentuk peningkatan hasil panen dan peningkatan pendapatan, terutama untuk petani yang status penguasaan lahannya tidak tetap.
  • Kegiatan konservasi yang akan diterapkan seharusnya dipilih oleh petani dengan fasilitasi penyuluh. Petani paling berhak mengambil keputusan untuk kegiatan yang akan dilakukan pada lahan mereka.
  • Jangan melakukan tindakan konservasi kalau belum dimengerti apa masalah yang akan dipecahkan dan apa manfaat tindakan tersebut.
Permasalahan pokok yang dijumpai dalam DAS adalah:
  • degradasi lahan (erosi)
  • penurunan kualitas air
  • kekeringan dan banjir
  • pendangkalan sungai, danau atau (perubahan debit sungai) waduk oleh sedimen
Sumber: Fahmudin Agus dan Widianto (2004). “Petunjuk Praktik Konservasi Tanah Pertanian Lahan Kering “. Bogor: World Agroforestry Centre ICRAF Southeast Asia. Hal 6 -7

PEDOMAN TEKNIS PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI TERPADU

(DRAFT FINAL SEKRETARIAT TKPSDA 2003)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur-unsur utamanya terdiri atas sumberdaya alam tanah, air dan vegetasi serta sumberdaya manusia sebagai pelaku pemanfaat sumberdaya alam tersebut. DAS di beberapa tempat di Indonesia memikul beban amat berat sehubungan dengan tingkat kepadatan penduduknya yang sangat tinggi dan pemanfaatan sumberdaya alamnya yang intensif sehingga terdapat indikasi belakangan ini bahwa kondisi DAS semakin menurun dengan indikasi meningkatnya kejadian tanah longsor, erosi dan sedimentasi, banjir, dan kekeringan. Disisi lain tuntutan terhadap kemampuannya dalam menunjang system kehidupan, baik masyarakat di bagian hulu maupun hilir demikian besarnya.
Sebagai suatu kesatuan tata air, DAS dipengaruhi kondisi bagian hulu khususnya kondisi biofisik daerah tangkapan dan daerah resapan air yang di banyak tempat rawan terhadap ancaman gangguan manusia. Hal ini mencerminkan bahwa kelestarian DAS ditentukan oleh pola perilaku, keadaan sosial-ekonomi dan tingkat pengelolaan yang sangat erat kaitannya dengan pengaturan kelembagaan (institutional arrangement).
Tidak optimalnya kondisi DAS antara lain disebabkan tidak adanya adanya ketidakterpaduan antar sektor dan antar wilayah dalam pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan DAS tersebut. Dengan kata lain, masing-masing berjalan sendiri-sendiri dengan tujuan yang kadangkala bertolak belakang. Sulitnya koordinasi dan sinkronisasi tersebut lebih terasa dengan adanya otonomi daerah dalam pemerintahan dan pembangunan dimana daerah berlomba memacu meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan memanfaatkan sumberdaya alam yang ada.
Permasalahan ego-sektoral dan ego-kedaerahan ini akan menjadi sangat komplek pada DAS yang lintas kabupaten/kota dan lintas propinsi. Oleh karena itu, dalam rangka memperbaiki kinerja pembangunan dalam DAS maka perlu dilakukan pengelolaan DAS secara terpadu.
Pengelolaan DAS terpadu dilakukan secara menyeluruh mulai keterpaduan kebijakan, penentuan sasaran dan tujuan, rencana kegiatan, implementasi program yang telah direncanakan serta monitoring dan evaluasi hasil kegiatan secara terpadu. Pengelolaan DAS terpadu selain mempertimbangkan faktor biofisik dari hulu sampai hilir juga perlu mempertimbangkan faktor sosial-ekonomi, kelembagaan, dan hukum. Dengan kata lain, pengelolaan DAS terpadu diharapkan dapat melakukan kajian integratif dan menyeluruh terhadap permasalahan yang ada, upaya pemanfaatan dan konservasi sumberdaya alam skala DAS secara efektif dan efisien.
1.2 Tujuan Pedoman Teknis Pengelolaan DAS Terpadu
Pedoman ini disusun dengan maksud memberikan arahan umum atau acuan dalam menyelenggarakan pengelolaan DAS dan disesuaikan dengan perkembangan dan pergeseran paradigma dalam melaksanakan pembangunan yang berkelanjutan. Pedoman ini sifatnya umum yang dapat digunakan baik untuk pengelolaan DAS lintas propinsi, lintas kabupaten/Kota maupun DAS dalam satu kabupaten/Kota. Karena itu Pedoman ini diharapkan dapat disesuaikan dengan kondisi dan tuntutan spesifik pada masing-masing wilayah dan disesuaikan dengan kewenangan yang dimiliki masing- masing daerah.
Tujuan penyusunan pedoman ini adalah terbentuknya persamaan persepsi dan langkah dalam melaksanakan pengelolaan DAS sesuai dengan karakteristik ekosistemnya, sehingga pemanfaatan sumberdaya alam dan upaya konservasinya dapat dilakukan secara optimal, berkeadilan, dan berkelanjutan. Muara dari keseluruhan upaya pengelolaan DAS yang optimal ini adalah terjaganya integritas fungsi DAS dan meningkatnya kesejahteraan masyarakat yang tinggal di dalamnya.
1.3 Ruang Lingkup Pengelolaan DAS
Sasaran wilayah pengelolaan DAS adalah wilayah DAS yang utuh sebagai satu kesatuan ekosistem yang membentang dari hulu hingga hilir. Penentuan sasaran wilayah DAS secara utuh ini dimaksudkan agar upaya pengelolaan sumberdaya alam dapat dilakukan secara menyeluruh dan terpadu berdasarkan satu kesatuan perencanaan yang telah mempertimbangkan keterkaitan antar komponen-komponen penyusun ekosistem DAS (biogeofisik dan sosekbud) termasuk pengaturan kelembagaan dan kegiatan monitoring dan evaluasi. Kegiatan yang disebutkan terakhir berfungsi sebagai instrumen pengelolaan yang akan menentukan apakah kegiatan yang dilakukan telah/tidak mencapai sasaran.
Ruang lingkup pengelolaan DAS secara umum meliputi perencanaan, pengorganisasian, implementasi/pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi terhadap upaya – upaya pokok berikut:
a) Pengelolaan ruang melalui usaha pengaturan penggunaan lahan (landuse) dan konservasi tanah dalam arti yang luas.
b) Pengelolaan sumberdaya air melalui konservasi, pengembangan, penggunaan dan pengendalian daya rusak air.
c) Pengelolaan vegetasi yang meliputi pengelolaan hutan dan jenis vegetasi terestria l lainnya yang memiliki fungsi produksi dan perlindungan terhadap tanah dan air.
d) Pembinaan kesadaran dan kemampuan manusia termasuk pengembangan kapasitas kelembagaan dalam pemanfaatan sumberdaya alam secara bijaksana, sehingga ikut berperan dalam upaya pengelolaan DAS.
1.4 Terminologi dan Konsep Keterpaduan Pengelolaan DAS
Beberapa istilah yang perlu dipahami dan disepakati bersama dalam pengelolaan DAS adalah sebagai berikut:
a) Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu wilayah daratan yang merupakan kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya yang dibatasi oleh pemisah topografis yang berfungsi menampung air yang berasal dari curah hujan, menyimpan dan mengalirkannya melalui ke danau atau ke laut secara alami.
b) Sub DAS adalah bagian DAS yang menerima air hujan dan mengalirkannya melalui anak sungai ke sungai utama. Setiap DAS terbagi habis ke dalam Sub DAS – Sub DAS.
c) Satuan Wilayah Sungai (SWS) adalah kesatuan wilayah pengelolaan sumberdaya air dalam satu atau lebih DAS dan atau satu atau lebih pulau-pulau kecil , termasuk cekungan air bawah tanah yang berada dibawahnya.
d) Cekungan air bawah tanah adalah suatu wilayah yang dibatasi oleh batas-batas hidrogeologis,
temapat sema kejadian hidrologis seperti proses pengibuhann, pengaliran, pelepasan air bawah
tanah berlangsung.
e) Pengelolaan DAS adalah upaya manusia di dalam mengendalikan hubungan timbal balik antara sumberdaya alam dengan manusia di dalam DAS dan segala aktifitasnya, dengan tujuan membina kelestarian dan keserasian ekosistem serta meningkatkan manfaat sumberdaya alam bagi manusia secara berkelanjutan.
f) Pengelolaan DAS Secara Terpadu adalah suatu proses formulasi dan implementasi kebijakan dan kegiatan yang menyangkut pengelolaan sumberdaya alam, sumberdaya buatan dan manusia dalam suatu DAS secara utuh dengan mempertimbangkan aspek-aspek fisik, sosial, ekonomi dan kelembagaan di dalam dan sekitar DAS untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
g) Rencana Pengelolaan DAS merupakan konsep pembangunan yang mengakomodasikan berbagai peraturan perundang-undangan yang berlaku dan dijabarkan secara menyeluruh dan terpadu dalam suatu rencana berjangka pendek, menengah maupun panjang yang memuat perumusan masalah spesifik di dalam DAS, sasaran dan tujuan pengelolaan, arahan kegiatan dalam pemanfaatan, peningkatan dan pelestarian sumberdaya alam air, tanah dan vegetasi, pengembangan sumberdaya manusia, arahan model pengelolaan DAS, serta sistem monitoring dan evaluasi kegiatan pengelolaan DAS.
h) Tata air DAS adalah hubungan kesatuan individual unsur-unsur hidrologis yang meliputi hujan, aliran permukaan dan aliran sungai, peresapan, aliran air tanah, evapotranspirasi dan unsur lainnya yang mempengaruhi neraca air suatu DAS.
i) Lahan kritis adalah lahan yang keadaan biofisiknya sedemikian rupa sehingga lahan tersebut tidak dapat berfungsi secara baik sesuai dengan peruntukannya sebagai media produksi maupun sebagai media tata air.
j) Konservasi tanah adalah upaya mempertahankan, merehabilitasi dan meningkatkan daya guna lahan sesuai dengan peruntukannya.
k) Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah (RLKT) adalah upaya manusia untuk memulihkan, mempertahankan, dan meningkatkan daya dukung lahan agar berfungsi optimal sesuai dengan peruntukannya.
1.5 Pentingnya Pengelolaan DAS Terpadu
Pentingnya asas keterpaduan dalam pengelolaan DAS erat kaitannya dengan pendekatan yang digunakan dalam pengelolaan DAS, yaitu pendekatan ekosistem. Ekosistem DAS merupakan sistem yang kompleks karena melibatkan berbagai komponen biogeofisik dan sosial ekonomi dan budaya yang saling berinteraksi satu dengan lainnya. Kompleksitas ekosistem DAS mempersyaratkan suatu pendekatan pengelolaan yang bersifat multi-sektor, lintas daerah, termasuk kelembagaan dengan kepentingan masing-masing serta mempertim- bangkan prinsipprinsip saling ketergantunga n. Hal-hal yang penting untuk diperhatikan dalam pengelolaan DAS :
a) Terdapat keterkaitan antara berbagai kegiatan dalam pengelolaan sumberdaya alam dan pembinaan aktivitas manusia dalam pemanfaatan sumberdaya alam.
b) Melibatkan berbagai disiplin ilmu dan mencakup berbagai kegiatan yang tidak selalu saling mendukung.
c) Meliputi daerah hulu, tengah, dan hilir yang mempunyai keterkaitan biofisik dalam bentuk daur hidrologi.
1.6 Kerangka Pikir Pengelolaan DAS
Pengelolaan DAS Terpadu pada dasarnya merupakan bentuk pengelolaan yang bersifat partisipatif dari berbagai pihak – pihak yang berkepentingan dalam memanfaatkan dan konservasi sumberdaya alam pada tingkat DAS. Pengelolaan partisipatif ini mempersyaratkan adanya rasa saling mempercayai, keterbukaan, rasa tanggung jawab, dan mempunyai rasa ketergantungan (interdependency) di antara sesama stakeholder. Demikian pula masing-masing stakeholder harus jelas kedudukan dan tanggung jawab yang harus diperankan. Hal lain yang cukup penting dalam pengelolaan DAS terpadu adalah adanya distribusi pembiayaan dan keuntungan yang proporsional di antara pihak – pihak yang berkepentingan.
Dalam melaksanakan pengelolaan DAS, tujuan dan sasaran yang diinginkan harus dinyatakan dengan jelas. Tujuan umum pengelolaan DAS terpadu adalah :
  1. Terselenggaranya koordinasi, keterpaduan, keserasian dalam perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, monitoring dan evaluasi DAS.
  2. Terkendalinya hubungan timbal balik sumberdaya alam dan lingkungan DAS dengan kegiatan manusia guna kelestarian fungsi lingkungan dan kesejahteraan masyarakat.
Sasaran pengelolaan DAS yang ingin dicapai pada dasarnya adalah:
  1. Terciptanya kondisi hidrologis DAS yang optimal.
  2. Meningkatnya produktivitas lahan yang diikuti oleh perbaikan kesejahteraan masyarakat.
  3. Tertata dan berkembangnya kelembagaan formal dan informal masyarakat dalam penyelenggaraan pengelolaan DAS dan konservasi tanah.
  4. Meningkatnya kesadaran dan partisipasi mayarakat dalam penyelenggaraan pengelolaan DAS secara berkelanjutan.
  5. Terwujudnya pembangunan yang berkelanjutan, berwawasan lingkungan dan berkeadilan. Oleh karena itu, perumusan program dan kegiatan pengelolaan DAS selain harus mengarah pada pencapaian tujuan dan sasaran perlu pula disesuaikan dengan permasalahan yang dihadapi dengan mempertimbangkan adanya pergeseran paradigma dalam pengelolaan DAS, karakteristik biogeofisik dan sosekbud DAS, peraturan dan perundangan yang berlaku serta prinsip-prinsip dasar pengelolaan DAS. Uraian kerangka pikir tentang pengelolaan DAS terpadu disajikan secara diagramatis sebagaimana tertera pada Gambar 1.1.
Gambar 1.1 Kerangka pikir pengelolaan terpadu DAS
Gambar 1.1 Kerangka pikir pengelolaan terpadu DAS

BAB II KEBIJAKAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI

2.1 Peraturan dan Perundang-undangan
Mengkaji Daerah Aliran Sungai dewasa ini tidak mungk in hanya didasarkan kepada satu atau beberapa undang-undang yang sejenis atau sebidang. Daerah aliran sungai harus dipandang sebagai satu kesatuan wilayah yang utuh-menyeluruh yang terdiri dari daerah tangkapan air, sumber-sumber air, sungai, danau, dan waduk, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahpisahkan.
Secara berjenjang, peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang Pengelolaan Daerah Aliran Sungai tersusun dengan urutan sebagai berikut:
2.1.1 Undang-Undang Dasar
a) Alinea ke-4 Pembukaan Undang-undang Dasar 1945.
b) Pasal 33 ayat (3) Undang-undang Dasar 1945 (akan diamandemen).
2.1.2 Ketetapan MPR
a) Ketetapan MPR No. IX/ MPR/ 1998 tentang Pencabutan Ketetapan MPR No. II/ MPR/
1998 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara.
b) Ketetapan MPR No. X/ MPR/ 1998 tentang Pokok-pokok Reformasi Pembangunan dalam
rangka Penyelamatan dan Normalisasi Kehidupan Nasional sebagai Haluan Negara.
2.1.3 Undang-Undang
a) Undang-undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria.
b) Undang-undang No. 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan.
c) Undang-undang No. 9 Tahun 1969 tentang Bentuk-Bentuk Usaha Negara.
d) Undang-undang No. 11 Tahun 1974 tentang Pengairan.
e) Undang-undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan  Ekosistemnya.
f) Undang-undang No. 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman.
g) Undang-undang No. 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang.
h) Undang-undang No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
i) Undang-undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah.
j) Undang-undang No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat
dan Daerah.
k) Undang-undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.
2.1.4 Peraturan Pemerintah
a) Peraturan Pemerintah No. 77 Tahun 2001 tentang tentang Irigasi.
b) Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian
Pencemaran Air.
d) Peraturan Pemerintah No. 35 Tahun 1991 tentang Sungai.
e) Peraturan Pemerintah No. 69 Tahun 1996 tentang Pelaksanaan Hak dan Kewajiban, serta
Bentuk dan Tata Cara Peranserta Masyarakat dalam Penataan Ruang.
f) Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan.
g) Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan
Propinsi sebagai Daerah Otonom.
2.1.5 Keputusan Presiden
a) Keputusan Presiden No. 123 Tahun 2001 tentang Tim Koordinasi Pengelolaan Sumber Daya Air.
b) Keputusan Presiden No. 84 Tahun 2000 tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah.
c) Keputusan Presiden No. 163 Tahun 2000 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan,
Susunan Organisasi, Dan Tata Kerja Menteri Negara.
d) Keputusan Presiden No. 183 Tahun 2000 tentang Susunan dan Personalia Kabinet.
2.2 Prinsip dan Kebijakan Dasar Pengelolaan DAS
Prinsip-prinsip dasar pengelolaan DAS pada utamanya adalah sebagai berikut:
a) Pengelolaan DAS berupa pemanfaatan, pemberdayaan, pengembangan, perlindungan dan pengendalian sumberdaya dalam DAS.
b) Pengelolaan DAS berlandaskan pada asas keterpaduan, kelestarian, kemanfaatan, keadilan, kemandirian (kelayakan usaha) serta akuntabilitas.
c) Pengelolaan DAS dilakukan melalui pendekatan ekosistem yang dilaksanakan berdasarkan prinsip “satu sungai, satu rencana, satu sistem pengelolaan” dengan memperhatikan sistem pemerintahan desentralistik sesuai jiwa otonomi daerah secara luas, nyata, dan bertanggung jawab.
d) DAS merupakan Kesatuan Wilayah Hidrologi yang mencakup beberapa wilayah administratif yang ditetapkan sebagai satu kesatuan wilayah pengelolaan ya ng tidak dapat dipisah-pisahkan.
e) Dalam satu sungai hanya berlaku Satu Rencana Kerja yang terpadu (program dan tujuan/sasaran), menyeluruh, berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.
f) Dalam satu sungai diterapkan Satu Sistem Pengelolaan yang dapat menjamin keterpaduan kebijakan, strategi perencanaan serta operasionalisasi kegiatan dari hulu sampai dengan hilir suatu DAS.
Kebijakan Dasar:
a) Pengelolaan DAS dilakukan secara holistik/integratif, terencana, dan berkelanjutan guna menopang kehidupan manusia dan mahluk hidup lainnya serta menjaga kelestarian lingkungan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat sesuai UUD 1945 Pasal 33 ayat (3).
b) Pengelolaan DAS dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip desentralisasi dan menggunakan pendekatan DAS sebagai satuan wilayah pengelolaan.
c) Pengelolaan DAS dilaksanakan berdasarkan prinsip partisipatif dan konsultatif pada setiap tingkatan pengelolaan untuk mendorong tumbuhnya komitmen bersama antar pihak yang berkepentingan.
d) Masyarakat yang memperoleh manfaat atas pengelolaan DAS, baik secara langsung maupun tak langsung, wajib menanggung biaya pengelolaan secara proporsional (prinsip insentifdisinsentif).
e) Sasaran wilayah Pengelolaan DAS adalah wilayah DAS secara utuh sebagai satu kesatuan ekosistem.
Penentuan sasaran DAS secara utuh ini dimaksudkan agar upaya penanganan kegiatan yang direncanakan dapat dilaksanakan secara menyeluruh dan terpadu berdasarkan satu kesatuan perencanaan yang utuh, sekaligus berkaitan dengan kegiatan monitoring dan evaluasi DAS yang ditinjau dari aspek tata air, penggunaan lahan, sosial ekonomi dan kelembagaan.
2.3 Pengelolaan DAS dalam Konteks Otonomi Daerah
Penyelenggaraan pengelolaan DAS dalam kaitannya dengan penataan ruang (wilayah) dan penatagunaan tanah dalam rangka otonomi daerah haruslah disesuaikan dengan Undang-undang No.22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah sebagai berikut:
a) Kebijakan penatagunaan tanah di tingkat pusat masih diperlukan jika terdapat kewenangan yang berkaitan dengan kebijakan-kebijakan yang meliputi perencanaan nasional, pengendalian pembangunan secara makro, dana perimbangan keuangan, sistem administrasi negara, lembaga perekonomian negara, pendayagunaan sumberdaya alam, pembinaan dan pemberdayaan sumberdaya manusia, kebijakan teknologi tinggi yang strategis, konservasi dan kebijakan standarisasi nasional.
b) Kebijakan penatagunaan tanah di tingkat propinsi sebagai daerah otonom masih diperlukan jika ada kewenangan yang berkaitan dengan : (i ) kebijakan di bidang pemerintahan yang bersifat lintas kabupaten dan kota, serta (ii) kewenangan bidang-bidang tertentu lainnya, yaitu: perencanaan dan pengendalian pembangunan regional secara makro; pelatihan bidang tertentu, alokasi sumberdaya manusia, dan penelitian yang mencakup wilayah propinsi; pengendalian lingkunga n hidup; promosi dagang dan budaya/pariwisata; dan perencanaan tata ruang propinsi. Di samping itu juga diperlukan keberadaan kebijakan penatagunaan tanah di tingkat propinsi dalam rangka pelaksanaan dekonsentrasi, dimana kewenangan pemerintah pusat dilimpahkan kepada Gubernur.
c) Kebijakan penatagunaan tanah pada tingkat kabupaten dan kota yang mencakup semua kewenangan pemerintahan selain kewenangan yang dikecualikan dalam kedua-dua butir di atas.
Dengan kata lain, pemerintah pusat mempunyai wewenang pengaturan, pengarahan melalui penerbitan berbagai pedoman, serta pengawasan dan pengendalian berskala makro. Pemerintah propinsi mempunyai wewenang bersifat lintas kabupaten/kota, pemberian perijinan tertentu, penyusunan rencana tertentu serta pengawasan dan pengendalian berskala meso. Pemerintah kabupaten mempunyai wewenang yang bersifat pemberian perijinan tertentu, perencanaan, pelaksanaan, serta pengawasan dan pengendalian berskala mikro.
Batas DAS atau Wilayah Sungai tidak selalu bertepatan (coincided) dengan batas-batas wilayah administrasi. Oleh karena itu, perlu adanya klasifikasi DAS menurut hamparan wilayahnya dan fungsi strategisnya sebagai berikut:
  1. DAS Kabupaten/Kota: terletak secara utuh berada di satu Daerah Kabupaten/Kota, dan/atau DAS yang secara potensial hanya dimanfaatkan oleh satu Daerah Kabupaten/Kota.
  2. DAS Lintas Kabupaten/Kota : letaknya secara geografis melewati lebih dari satu daerah Kabupaten/Kota, dan/atau DAS yang secara potensial dimanfaatkan oleh lebih dari satu Daerah Kabupaten/Kota; dan/atau DAS lokal yang atas usulan Pemerintah Kabupaten/Kota yang bersangkutan, dan hasil penilaian ditetapkan untuk didayagunakan (dikembangkan dan dikelola oleh Pemerintah Propinsi), dan/atau DAS yang secara potensial bersifat strategis bagi pembangunan regional.
  3. DAS Lintas Propinsi: letaknya secara geografis melewati lebih dari satu Daerah Propinsi, dan/atau DAS yang secara potensial dimanfaatkan oleh lebih dari satu Daerah Propinsi, dan/atau; DAS Regional yang atas usulan Pemerintah Propinsi yang bersangkutan, dan hasil penilaian ditetapkan untuk didayagunakan (dikembangkan dan dikelola) oleh Pemerintah Pusat, dan/atau DAS yang secara potensial bersifat startegis bagi pembangunan nasional.
  4. DAS Lintas Negara: letaknya secara geografis melewati lebih dari satu negara, dan/atau DAS yang secara potensial dimanfaatkan oleh lebih dari satu negara, dan/atau DAS yang secara potensial bersifat startegis bagi pembangunan lintas negara.

BAB III PERENCANAAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI

3.1 Kedudukan dan Fungsi Perencanaan
Perencanaan adalah suatu proses kegiatan penentuan tindakan/langkah-langkah yang akan dilakukan secara terkoordinasi dan terarah dalam rangka mencapai tujuan pengelolaan DAS dalam waktu tertentu dengan mempertimbangkan potensi, peluang dan kendala yang mungkin timbul. Perencanaan pengelolaan DAS merupakan salah satu proses dari rangkaian atau siklus penyelenggaraan pengelolaan DAS yang secara umum meliputi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan (pengembangan, penggunaan/pemanfaatan, perlindungan,dan pengendalian),  pemantauan dan evaluasi. Hasil pemantauan dan evaluasi akanmerupakan umpan balik untuk penyempurnaan perencanaan dan pelaksanaan kegiatan di DAS.
Adapun fungsi pentng dari rencana yang disusun adalah :
  1. Sebagai pedoman dan arahan dalam pelaksanaan pengelolaan DAS dan dapat memberikan komitmen kepada para pihak untuk melaksanakan kegiatan masa depan.
  2. Sebagai alat untuk meningkatkan komunikasi dan koordinasi antar pihak yang terlibat dalam pengelolaan DAS
  3. Sebagai alat untuk pemantauan dan evaluasi keberhasilan kegiatan pengelolaan DAS.
  4. Sebagai salah satu unsur atau masukan dalam penyusunan, penijauan kembali dan atau penyempurnaan rencana tat ruang wilayah.
  5. Sebagai bukti akuntabilitas publik bagi instansi yang berwenang dalam penyusunan rencana
    pengelolaan DAS.
Dengan adanya rencana pengelolaan DAS, pihak-pihak yang berkepentingan dengan pengelolaan DAS diharapkan dapat mengelola berbagai sumberdaya yang ada secara efisien, efektif dan berkelanjutan untuk mencapai tujuan dan sasaran yang diinginkan.
3.2 Prinsip Umum Perencanaan Pengelolaan DAS
Pendekatan menyeluruh terhadap perencanaan pengelolaan DAS diperlukan dengan pertimbangan bahwa terganggunya salah satu komponen pada sistem alam sumberdaya alam akan berpengaruh terhadap komponen lainnya dalam sistem. Pendekatan menyeluruh tersebut pada hakekatnya adalah suatu kajian terpadu terhadap keseluruhan aspek sumberdaya alam DAS. Kajian tersebut mempertimbangkan faktor-faktor lingkungan, sosial, politik, dan tataguna lahan. Untuk dapat melakukan monitoring dan evaluasi dampak aktivitas pengelolaan DAS terhadap komponenkomponen lingkungan, ekosistem DAS dapat dimanfaatkan sebagai satu unit perencanaan dan evaluasi yang sistematis, logis, dan rasional dimana kondisi tata air sebagai salah satu indikatornya. Perencanaan pengelolaan DAS secara menyeluruh diharapkan dapat memberikan manfaat secara multi-guna kepada para pihak – pihak yang berkepentingan.
Landasan untuk pengelolaan secara menyeluruh suatu DAS berawal dari perencanaan. Oleh karena itu, tahap perencanaan menyeluruh pengelolaan DAS merupakan bagian strategis untuk tercapainya muara dari upaya aktivitas pembangunan, yaitu pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development). Sasaran dan tujuan fundamental perencanaan menyeluruh pengelolaan DAS adalah perbaikan keadaan sosial-ekonomi pihak – pihak yang berkepentingan dengan tidak mengabaikan keterlanjutan daya dukung dan kualitas lingkungan. Karena pengelolaan DAS dilakukan untuk kepentingan masyarakat luas, maka pemerintah dan masyarakat harus bekerjasama untuk mewujudkan tujuan dilakukannya pengelolaan DAS. Tingkat dan intensitas kerjasama tersebut bervariasi dan ditentukan, antara lain, oleh struktur pemerintahan. Suatu pemerintahan, dimanapun berada, dibentuk untuk menga tur kehidupan masyarakat termasuk tingkat kesejahteraannya. Oleh karena itu, pemerintahan yang baik seharusnya dapat mengupayakan agar kesejahteraan tersebut dapat dirasakan oleh berbagai tingkatan (sosial) yang ada di masyarakat.
Prinsip yang berlaku umum mempersyaratkan bahwa perencanaan yang disiapkan secara sistematis, logis, dan rasional seharusnya mengarah pada bentuk pengelolaan yang bijaksana dan implementasi yang efektif. Pengalaman empiris menunjukkan bahwa proses perencanaan dan implementasi program akan berlangsung dengan efektif apabila disertai pedoman kerja yang berisi prinsip-prinsip perencanaan yang, antara lain, terdiri atas:
  1. Tujuan atau sasaran utama pengelolaan DAS secara menyeluruh harus dirumuskan secara jelas dengan disertai mekanisme sistem monitoring dan evalusi yang dilakukan secara periodik. Dengan demikian, apabila ditemukan adanya dampak lingkungan yang cukup serius dapat segera ditangani. Seluruh usulan kegiatan dan hasil yang diperoleh harus berorientasi pada kepentingan jangka panjang dan capaian kesejahteraan yang berkelanjutan.
  2. Perlu disiapkan mekanisme administrasi yang efisien dengan fokus perhatian pada aspekaspek sosial-ekonomi-politik dan kerjasama yang harmonis di antara lembaga-lembaga (pemerintah dan non-pemerintah) yang terlibat dalam pengelolaan DAS. Proses perencanaan DAS harus dilakukan secara terkoordinasi oleh instansi yang berwenang dengan metoda partisipatif diantara para pihak yang terkait.
  3. Pengelolaan menyeluruh DAS diarahkan pada penyelesaian konflik yang muncul di antara pihak – pihak yang berkepentingan dalam melaksanakan pembangunan. Pada kasus ketika terjadi konflik, kompromi yang telah dicapai di antara kelompok yang mengalami konflik harus dihormati dan dilaksanakan dengan konsisten. Selain masalah penyelesaian konflik (conflict resolution), pendekatan menyeluruh pengelolaan DAS juga harus mempertimbangkan prinsip-prinsip upaya pengendalian dan proses umpan balik yang mengarah pada proses pengambilan keputusan yang optimal.
  4. Rencana yang telah tersusun harus merupakan dokumen publik yang diumumkan (bisa diakses) secara terbuka oleh masyarakat dan masyarakat berhak menyatakan keberatan atas rencana yang disusun dalam waktu tertentu. Dengan demikian instansi berwenang harus melakukan peninjauan kembali terhadap rencana pengelolaan DAS sebelum ditetapkan oelh pejabat yang berwenang.
Meskipun disadari bahwa proses perencanaan pengelolaan DAS bervariasi tergantung pada karakteristik sosial, budaya, ekonomi, dan politik lokal, pembahasan tentang proses perencanaan  untuk pengelolaan DAS mengacu pada Gambar 3.3. Dalam proses perencanaan tersebut dalam Gambar 3.3, kedudukan Pusat Perencanaan sangat penting karena akan memberikan arah pengelolaan yang akan dituju serta menunjukkan bentuk koordinasi yang dianggap efektif.
Gambar 3.3 Proses perencanaan pengelolaan DAS
Gambar 3.3 Proses perencanaan pengelolaan DAS
Demikian pula, dipandang perlu bahwa dalam struktur organisasi pengelolaan DAS seharusnya memberikan peran lebih penting terhadap Komisi Pengelola DAS dan Komite Penasehat. Tidak kalah pentingnya adalah masukan atau informasi dari masyarakat pada tingkat lokal dalam proses penyusunan rencana. Peran dan fungsi masyarakat dalam proses perencanaan harus dinyatakan dan diatur dengan jelas melalui suatu pedoman kebijakan dan kerangka kerja kelembagaan.
Dalam konteks perencanaan pengelolaan DAS, proses perencanaan pengelolaan DAS tersebut dalam Gambar 3.3 mempunyai dasar pertimbangan sebagai berikut: pertama, dengan diberlakukannya UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, proses perencanaan tersebut dalam Gambar 3.3 menjadi relevan karena fokus UU No. 22 adalah memberikan peranan yang lebih besar terhadap pemerintah daerah dan mitranya di daerah. Salah satu kewenangan yang dilimpahkan ke daerah dan bersifat strategis adalah penetapan kriteria penataan perwilayahan ekosistem daerah tangkapan air pada daerah aliran sungai (Bab II Pasal 2 butir ke 13, PP No. 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonom).
Dengan aturan seperti diamanatkan oleh PP No. 25, maka pembentukan Pusat Perencanaan seperti tersebut dalam Gambar 3.3 menjadi sangat relevan. Pertimbangan kedua adalah dengan semakin meluasnya kehendak masyarakat untuk membuat Undang-Undang tentang Pengelolaan Sumberdaya Alam yang akan menaungi dan mengendalikan Undang-Undang pengelolaan sumberdaya alam sektoral yang telah berlaku, misalnya UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan; UU No. 11 Tahun 1974 tentang Pengairan, dan UU No. 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan, maka pola perencanaan menyeluruh
pengelolaan DAS tersebut di atas juga menjadi relevan, terutama peran yang akan dimainkan oleh Komisi DAS Nasional.
3.3. Proses Perencanaan Pengelolaan DAS
Hal yang penting diperhatikan dalam penyusunan rencana pengelolaan DAS adalah bahwa perencanaan adalah suatu proses berulang (iterative process). Perencanaan tersebut mengatur langkah-langkah atau aktivitas-aktivitas pengelolaan DAS yang harus dilaksanakan termasuk rencana monitoring dan evaluasi (monev) terhadap tujuan dan sasaran yang ditetapkan. Dengan demikian, dapat tercipta suatu mekanisme umpan balik (feedback) terhadap keseluruhan rencana pengelolaan DAS sehingga dapat dilakukan perbaikan terhadap rencana yang telah disusun (Gambar 3.1).
Gambar 3.1 Proses berulang (iterative process) perencanaan Pengelolaan DAS
Gambar 3.1 Proses berulang (iterative process) perencanaan Pengelolaan DAS
Perencanaan pengelolaan DAS terpadu mempersyaratkan adanya beberapa langkah-langkah penting sebagai berikut:
  1. Pengumpulan data yang ekstensif, didukung oleh strategi pengelolaan data yang terpadu, perlu dilaksanakan sebelum rencana pengelolaan DAS dirumuskan. Pengumpulan data ini terutama identifikasi karakteristik DAS yang, antara lain, mencakup batas dan luas wilayah DAS, topografi, geologi, tanah, iklim, hidrologi, vegetasi, penggunaan lahan, sumberdaya air, kerapatan drainase, dan karakteristik sosial, ekonomi dan budaya.
  2. Identifikasi permasalahan yang meliputi aspek penggunaan laha n, tingkat kekritisan lahan, aspek hidrologi, sosial ekonomi dan kelembagaan seperti terlihat pada Gambar 3.2. Prakiraan-prakiraan tentang kebutuhan sumberdaya alam (dan buatan) untuk beragam pemanfaatan perlu dilakukan dan dikaji potensi timbulnya konflik di antara pihak – pihak yang berkepentingan.
  3. Perumusan tujuan dan sasaran secara jelas, spesifik dan terukur dengan memperhatikan permintaan masyarakat terhadap barang dan jasa dari ekosistem DAS, peraturan dan kebijakan pemerintah, adat istiadat masyarakat dan kendala-kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan pengelolaan DAS.
  4. Identifikasi dan memformulasikan beberapa rencana kegiatan sebagai alternatif.
  5. Evaluasi alternatif kegiatan pengelolaan yang akan diimplementasikan sehingga dapat dihasilkan bentuk kegiatan yang paling tepat (secara teknis dapat dilaksanakan, secara sosial/politik dapat diterima, dan secara ekonomi terjangkau).
  6. Penyusunan rencana kegiatan/program pengelolaan DAS berupa usulan rencana yang dianggap paling memenuhi kriteria untuk tercapainya pembangunan yang berkelanjutan.
  7. Legitimasi dan sosiallisasi rencana yang telah disusun kepada pihak-pihak yang terkait. Dalam Gambar 3.1, mekanisme pelaksanaan pengelolaan DAS mempersyaratkan bahwa tahap perencanaan dan implementasi tidak boleh dipisahkan karena informasi yang diperoleh dari implementasi kegiatan dapat dimanfaatkan kembali sebagai umpan balik (feedback) untuk penyempurnaan rencana yang telah dibuat. Demikian pula, untuk setiap langkah pengelolaan dari mulai alternatif kegiatan hingga implementasi kegiatan perlu dilakukan monitoring dan evaluasi (review). Hal ini diperlukan sebagai umpan balik bertahap.
Gambar 3.2 Diagram Alir Garis Besar Identifikasi Permasalahan DAS
Gambar 3.2 Diagram Alir Garis Besar Identifikasi Permasalahan DAS
Kegiatan yang diusulkan dalam rencana disamping mendukung pencapaian tujuan kegiatan pengelolaan DAS, juga harus memberikan gambaran yang jelas tentang:
a) Fungsi dan kedudukan kegiatan dalam konteks pengelolaan DAS.
b) Manfaat yang diperoleh dengan dilakukannya kegiatan.
c) Kurun waktu yang diperlukan dalam melaksanakan kegiatan.
d) Cakupan wilayah untuk pelaksanaan kegiatan.
e) Pelaksana kegiatan dan kelembagaan yang diperlukan.
f) Pembiayaan termasuk sarana dan prasara yang diperlukan.
g) Ketatalaksanaan/organisasi dan mekanisme pelaksanaan kegiatan.
Rencana kegiatan tersebut terinci pada masing-masing program dengan skala prioritas yang jelas, dipilih sesuai dengan permasalahan yang menonjol pada DAS yang bersangkutan. Misalnya kegiatan untuk pengelolaan ruang, lahan dan vegetasi, kegiatan untuk menunjang pengelolaan sumberdaya air (water resources management), dan kegiatan untuk pemberdayaan dan partisipasi masyarakat (empowering and public participation).
Dalam penyusunan rencana kegiatan pengelolaan DAS perlu mengintegrasikan dengan rencana tata ruang dan penatagunaan tanah, mempertimbangkan hubungan daerah hulu dan daerah hilir, serta aspek penanggungan biaya bersama (cost sharing). Seperti telah dikemukakan di muka bahwa batas ekosistem DAS tidak selalu sama (coincided) dengan batas administratif. Satu wilayah administratif secara geografis dapat terletak pada satu wilayah DAS atau sebaliknya.
Apabila hal ini terjadi, diperlukan identifikasi tentang wilayah administratif yang termasuk/tidak termasuk dalam DAS yang menjadi kajian. Disamping itu, adanya keterkaitan biofisik antara hulu dan hilir DAS perlu juga dilakukan identifikasi, penentuan lokasi, kategori dan bentuk aktifitas pihak – pihak yang berkepentingan dalam suatu DAS. Selanjutnya, dirumuskan kebijakan pengelolaan DAS yang telah mempertimbangkan mekanisme, regulasi dan pengaturan kelembagaan yang akan menerapkan prinsip-prinsip insentif dan disinsentif terhadap pihak – pihak yang berkepentingan sesuai dengan kategori dan kedudukannya dalam perspektif prinsip pembiayaan bersama (cost sharing principle). Dengan demikian, pelaksanaan kegiatan konservasi tanah dan air di bagian hulu DAS dapat dilaksanakan secara berkelanjutan dengan adanya biaya dari pihak – pihak yang berkepentingan yang mendapat manfaat sebagai akibat adanya kegiatan tersebut. Dengan mekanisme ini terjadi interaksi di antara pihak – pihak yang berkepentingan di
daerah hulu, tengah dan hilir DAS.
3.4 Hirarki Perencanaan Pengelolaan DAS
Perencanaan pengelolaan DAS dapat dibedakan berdasarkan jangka waktu dan tujuannya ke dalam Rencana Jangka Panjang (15 tahun), Rencana Jangka Menengah (5 tahun) dan Rencana Jangka Pendek (tahunan).
Rencana jangka panjang bersifat umum dan strategis yang harus menggambarkan rencana makro pengelolaan DAS terpadu dan memuat karakteristik DAS, permasalahan yang dihadapi, tujuan, sasaran umum, kebijakan, strategi penanganan pemecahan masalah secara terpadu. Rencana  jangka panjang ini sebaiknya mengandung arahan umum semua sektor yang terlibat dalam pengelolaan DAS seperti arahan umum penggunaan lahan (tata ruang) berdasarkan kemampuan dan kesesuaian lahan, arahan umum rehabilitasi dan konservasi tanah, arahan umum pengelolaan sumberdaya air, urutan prioritas penanganan Sub-DAS dalam DAS yang bersangkutan serta arahan umum pengembangan sosial ekonomi dan kelembagaan. Rencana pengelolaan DAS terpadu ini merupakan “payung atau pengikat” bagi rencana-rencana sektoral dalam DAS yang bersangkutan.
Rencana Jangka Menengah lebih bersifat teknis pelaksanaan dari setiap sektor, misalnya Rencana Induk Pengembangan sumberdaya Air atau Rencana Teknik Lapangan Rehabilitasi hutan dan lahan (RHL). Rencana Teknik Lapangan RHL ini memiliki output yang meliputi rekomendasi teknis kegiatan RHL, proyeksi kegiatan tahunan RHL, analisis manfaat (finansial dan ekonomi), serta rencana monitoring dan evaluasi. Satuan wilayah perencanaan pada rencana jangka menengah ini bisa berupa DAS yang tidak terlalu luas atau suatu Sub DAS yang cukup luas dan dipilih sebagai Sub DAS prioritas pada DAS yang sangat luas.
Rencana Jangka Pendek (tahunan) dibuat sangat rinci dan dilengkapi dengan deskripsi jenis, lokasi, volume, waktu dan biaya kegiatan secara rinci. Jenis rencana jangka pendek misalnya Rencana Teknik Reboisasi, Rencana Teknik Penghijauan yang biasanya ditindaklanjuti dengan rancangan kegiatan pembuatan tanaman, pembuatan bangunan-bangunan fisik (check dam, drop structure, terrace).
3.5 Legitimasi dan Sosialisasi Rencana Pengelolaan DAS
Agar rencana yang dibuat dapat mengikat semua pihak yang berkepentingan untuk mengimplementasikannya, maka penyusunan rencana harus melibatkan semua pihak yang berkepentingan dan rencana yang dihasilkan harus berkekuatan hukum. Misalnya, rencana dibuat dalam bentuk Keputusan Presiden atau Peraturan Daerah (Perda). Jika rencana tersebut tidak dijadikan sebagai Keputusan Presiden atau Peraturan Daerah yang utuh (tersendiri), maka dalam salah satu pasalnya Rencana tersebut harus tercantum sebagai rujukan dalam pembangunan wilayah atau pengelolaan sumberdaya alam DAS.
Karena Rencana merupakan salah satu dasar tahap pelaksanaan pengembangan dan pemanfaatan sumberdaya alam DAS, maka rencana yang telah ditetapkan tersebut harus didistribusikan dan disosialisasikan kepada semua pihak yang berkepentingan agar dapat diketahui, dipahami dan kemungkinan adanya penyesuaian sebelum diimplementasikan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.
3.6 Ketidakpastian dalam Perencanaan Pengelolaan DAS
Memprakirakan kondisi yang akan datang berdasarkan data dan informasi yang telah dikumpulkan telah menjadi kendala bagi para perencana pengelolaan DAS. Data atau informasi yang akan digunakan untuk menyusun rencana mungkin tidak tersedia sama sekali, atau kalau tersedia, bisa jadi telah kadaluwarsa, tidak lengkap, atau tidak relevan dengan materi perencanaan.
Sejumlah ketidakpastian yang berkaitan dengan data dan informasi tampaknya harus dihadapi dalam proses penyusunan rencana pengelolaan DAS. Ketidakpastian umumnya meliputi data iklim, masalah teknis, dan ketidakpastian masalah sosial-ekonomi.
Ketidakteraturan pola iklim telah mengakibatkan ketidakpastian prakiraan iklim untuk masa yang akan datang. Pola curah hujan sangat bervariasi dari tahun ke tahun sehingga seringkali sulit untuk melakukan prakiraan curah hujan secara tepat. Meskipun sulit untuk melakukan prakiraan komponen iklim dengan akurasi yang tinggi, tetapi prakiraan pola iklim yang akan terjadi perlu diantisipasi dan dijadikan pertimbangan dalam menyusun rencana pengelolaan DAS. Hal yang perlu diperhatikan dalam hal ini bahwa penyusunan rencana pengelolaan DAS sebaiknya tidak didasarkan pada keadaan rata-rata karena adanya variabilitas untuk masing- masing lokasi.
Ketidakpastian yang bersifat teknis umumnya dijumpai dalam bentuk tidak memadainya pengetahuan tentang hubungan keterkaitan teknis dalam hal aktivitas pengelolaan DAS. Informasi yang akurat tentang dampak jenis vegetasi tertentu terhadap erosi di suatu daerah dengan karakteristik iklim dan tanah tertentu seringkali belum tersedia. Dengan latar belakang tersebut, dalam banyak hal, tim perencana pengelolaan DAS hanya dapat menduga keluaran apa yang akan diperoleh dari pengelolaan yang direncanakan, dan dengan demikian, mereka akan berhadapan dengan ketidakpastian.
Apabila dalam masalah teknis saja dijumpai adanya ketidakpastian, maka kadar ketidakpastian dalam masalah sosial-ekonomi tentunya menjadi lebih besar. Data dan informasi yang sering dimanfaatkan untuk perencanaan sosial seperti kekayaan, kesejahteraan, pendapatan, tingkat pendidikan dan lain sebagainya, untuk tempat-tempat tertentu, boleh jadi sulit untuk memperolehnya. Dalam keadaan demikian, prakiraan variabel-variabel sosial untuk waktu yang akan datang akan menghadapi tingkat ketidakpastian yang lebih besar.
Kekacauan sosial dapat menciptakan ketidakstabilan sosial dan ekonomi dari suatu masyarakat. Keadaan ini, pada gilirannya, dapat juga mengacaukan arah kebijakan dan pengelolaan sumberdaya untuk masa-masa yang akan datang. Ia juga dapat menciptakan ketidakpastian tentang peraturan-peraturan yang berkaitan dengan sistem pemilikan tanah dan beberapa hak lain yang dimiliki oleh masyarakat.
Perencanaan pengelolaan DAS, karena umumnya berkaitan dengan antisipasi kejadian jangka panjang, maka ia akan lebih banyak menghadapi ketidakpastian. Untuk mengatasi hal tersebut, berikut ini adalah beberapa strategi untuk menghadapi dan menangani berbagai bentuk ketidakpastian yang muncul dalam perencanaan seperti disarankan oleh Lundgren (1983):
  1. Salah satu pendekatan yang relevan digunakan untuk mengatasi keadaan ketidakpastian adalah dengan cara meningkatkan pemahaman terhadap situasi dunia atau lingkungan di sekeliling kita. Strategi yang harus dilaksanakan:
    • Menunda keputusan sambil menunggu lebih banyak informasi yang dapat dimanfaatkan.
    • Melakukan analisis sensitivitas (sensitivity analysis). Dengan melakukan pengamatan terhadap pengaruh perubahan asumsi (laju inflasi, discount rate, laju erosisedimentasi) secara sistematis, dapat diketahui dengan lebih baik bagaimana masalah ketidakpastian tersebut mempengaruhi hasil rencana/prakiraan yang dibuat. Dalam hal ini bagian-bagian kritis yang ada dalam skenario rencana yang dibuat dapat diidentifikasi, untuk kemudian dilakukan penyesuaian seperlunya.
    • Membuat beberapa skenario (prakiraan) mengenai hal yang diharapkan terjadi pada waktu yang akan datang serta konsekuensi yang dihadapi.
  2. Cara lain untuk mengatasi ketidakpastian adalah dengan cara meningkatkan kelenturan (flexibility) pengelolaan dan organisasi sehingga tanggap terhadap adanya perubahan yang tidak terduga sebelumnya dan melakukan penyesuaian-penyesuaian. Strategi yang dapat dilakukan adalah sebaga i berikut:
    • Monitoring dan evaluasi. Monitoring dan evaluasi yang dilakukan secara sistematis dan berlanjut. Dengan demikian, implementasi program pengelolaan DAS tidak terlalu terikat kaku pada rencana yang telah dibuat, melainkan tanggap terhadap variasi yang dijumpai di lapangan dan melakukan perubahan-perubahan yang diperlukan.
    • Diversifikasi. Dalam menghadapi ketidakpastian tentang masa yang akan datang, salah satu hal yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan diversifikasi. Sebagai contoh, daripada merekomendasi hanya satu jenis vegetasi untuk memenuhi satu tujuan pengelolaan, penanaman beberapa jenis vegetasi untuk memenuhi beberapa tujuan adalah lebih baik.
    • Rencana contingency. Pelaksanaan program di lapangan seringkali menyimpang dari rencana yang telah dibuat. Untuk mengantisipasi hal tersebut di atas, perlu dilakukan identifikasi tentang hal-hal (dalam rencana) yang diperkirakan akan mengalami penyimpangan. Kemudian tentukan konsekuensi apa yang dapat terjadi dan tindakan apa yang harus diambil apabila hal tersebut betul-betul terjadi.
  3. Strategi lain yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah ketidakpastian dalam perencanaan pengelolaan DAS adalah dengan mendorong berkembangnya inovasi terhadap pembangunan. Cara yang dapat ditempuh adalah menempatkan personil yang inovatif terhadap program pembangunan sebagai pelaksana program sehingga mereka diharapkan mampu memotivisir masyarakat yang terkait dengan program pengelolaan tersebut untuk berpartisipasi aktif dalam melaksanakan program pengelolaan DAS. Selain masalah tenaga pelaksana, rencana program itu sendiri harus sedemikian lentur sehingga memungkinkan berkembangnya kreativitas dan diversitas dalam pelaksanaan program di lapangan.
Beberapa strategi yang dapat dimanfaatkan untuk mengatasi masalah ketidakpastian dalam merencanakan proyek pengelolaan DAS tersebut di atas hanyalah beberapa cara yang dapat dikemukakan. Masih ada cara lain yang dapat dimanfaatkan. Namun demikian, strategi apapun yang akan digunakan untuk mengatasi masalah ketidakpastian, ada satu tantangan yang harus dicarikan jalan keluarnya, yaitu bagaimana caranya untuk memasukkan atau menggabungkan strategi-strategi tersebut dalam kerangka perencanaan pengelolaan DAS.

IV. PENGORGANISASIAN PENGELOLAAN DAS

4.1 Pihak – pihak yang berkepentingan dalam Pengelolaan DAS
Selama ini sejumlah kegiatan dan proyek yang berkaitan dengan pengelolaan DAS telah dilaksanakan oleh Departemen Pekerjaan Umum, Departemen Kehutanan dan Perkebunan, Departemen Pertanian, Departemen Dalam Negeri, Badan Pertanahan Nasional, Departemen Transmigrasi dan Pemukiman Perambah Hutan, Departemen Pertambangan dan Energi dan pihakpihak lainnya. Masing-masing instansi mempunyai pendekatan yang berbeda dalam kegiatan pengelolaan DAS baik dalam unit perencanaan maupun implementasinya sehingga dapat dikatakan bahwa pengelolaan DAS merupakan hal yang sangat kompleks baik ditinjau dari banyaknya pihak yang terlibat maupun aspek-aspek yang ada di dalam suatu DAS. Dengan kondisi yang demikian maka dibutuhkan suatu sistem yang dapat menciptakan percepatan dalam
pengelolaan DAS secara ideal.
Pengalaman selama ini menunjukkan bahwa dalam menjalankan tugas dan fungsinya, masing-masing lembaga tersebut cenderung bersifat sektoral, dan oleh karenanya, seringkali terjadi tabrakan kepentingan (conflict of interest) antar lembaga yang terlibat dalam pengelolaan DAS. Untuk menghindari terjadinya tabrakan kepentingan, diperlukan klarifikasi dan identifikasi secara jelas tugas dan wewenang masing-masing lembaga dalam menjalankan fungsinya. Selain masalah tabrakan kepentingan, masalah lain yang umum terjadi dalam pengelolaan sumberdaya yang melibatkan banyak lembaga adalah masalah kerjasama dan koordinasi antar lembaga. Oleh karena itu, pengaturan kelembagaan dan regulasi yang mengatur mekanisme kerja antar lembaga tersebut harus disiapkan dengan matang sehingga dapat menghasilkan pola kerjasama dan koordinasi yang optimal.
Menyadari adanya keterbatasan dalam hal kapasitas kelembagaan dan besarnya tingkat kesulitan dalam melaksanakan pengaturan kelembagaan dalam pengelolaan DAS, terutama dalam sistem pengelolaan yang mengandalkan pada pola kerjasama dan koordinasi antar lembaga, maka hal pertama yang perlu dilakukan adalah:
a) Melakukan identifikasi dan membuat daftar seluruh lembaga dan pihak yang berkepentingan dalam pelaksanaan pengelolaan DAS termasuk mereka yang diprakirakan akan terkena dampak atas pelaksanaan program pengelolaan DAS.
b) Melakukan identifikasi tugas dan wewenang masing-masing lembaga dan pihak – pihak yang berkepentingan tersebut.
c) Merumuskan bentuk lembaga atau badan pengelola DAS yang sesuai dengan karakteristik biogeofisik dan sosekbud serta letak geografis DAS.
4.2 Wilayah Tanggungjawab Lembaga-Lembaga yang Terkait
Pelaksanaan pengelolaan DAS lazimnya melibatkan lebih dari satu lembaga (pemerintah dan non-pemerintah) pelaksana. Untuk masing-masing lembaga (pemerintah) di dalamnya terbagi lagi menjadi direktorat-direktorat yang mempunyai kewenangannya masing-masing. Oleh karena  itu, dalam perencanaan pengelolaan DAS harus secara jelas disebutkan fungsi pokok termasuk kewenangan dan tanggung jawab masing-masing organisasi pelaksana pengelolaan DAS. Secara spesifik, peran masing-masing organisasi/lembaga tersebut dalam implementasi program pengelolaan DAS termasuk kegiatan monitoring dan evaluasi harus secara jelas disebutkan.
Penetapan kewenangan bagi masing-masing organisasi/lembaga pengelola DAS tersebut harus didasarkan pada fungsi masing-masing organisasi/lembaga. Hal ini penting untuk diperhatikan karena dalam prakteknya masalah kewenangan antar lembaga ini seringkali tumpang-tindih dan menjadi kendala bagi pengelolaan DAS yang pelaksanaannya banyak menggunakan mekanisme koordinasi antar lembaga.
Dalam pengelolaan DAS, ada lembaga tertentu memiliki tanggung jawab khusus untuk suatu wilayah pengelolaan, misalnya pengurusan konservasi tanah dan air di areal hutan menjadi tanggung jawab Departemen Kehutanan dan Perkebunan (c.q. Balai Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah). Konservasi tanah dan air di lahan-lahan milik di lokasi yang berdekatan dengan hutan menjadi tanggung jawab Departemen Dalam Negeri (Dinas Perhutanan dan Konservasi Tanah). Demikian pula, pembagian kewenangan dan tanggung jawab dalam satu atau lebih departemen dapat berbeda-beda, misalnya ada bagian yang menangani irigasi, pengendalian banjir, pembangkit listrik tenaga air (hydropower), perikanan, pariwisata, dan seterusnya.
Misalnya, dalam program pengelolaan DAS akan dilaksanakan kegiatan-kegiatan pembuatan jalan, dam pengendali sedimen, pembuatan reservoir untuk perikanan atau pariwisata, saluran irigasi, penghijauan, dan seterusnya. Tampak bahwa kegiatan-kegiatan pengelolaan DAS tersebut di atas akan melibatkan lebih dari satu lembaga/ departemen, dan dengan demikian, juga kewenangan dan tanggung jawabnya. Oleh karenanya, penetapan kewenangan yang didasarkan pada fungsi dari masing-masing lembaga/departemen dan/atau masing-masing direktorat dalam satu departemen menjadi penting. Tidak kalah pentingnya adalah mengupayakan bentuk dan mekanisme koordinasi dan kooperasi yang dapat disepakati oleh seluruh pihak – pihak yang berkepentingan, baik pada tingkat lokal, regional, dan nasional. Meskipun disadari bahwa masalah koordinasi dan kooperasi antar lembaga tidak mudah untuk dilaksanakan, butir-butir tersebut di bawah ini diharapkan dapat membantu menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan aspek koordinasi dan kooperasi antar lembaga:
a) Identifikasi seluruh lembaga/organisasi yang akan dipengaruhi dan sekaligus memainkan peran dalam program pengelolaan DAS.
b) Identifikasi wilayah kewenangan masing- masing lembaga/ organisasi tersebut pada butir a).
c) Tentukan suatu mekanisme koordinasi dan kooperasi antar lembaga pengelola DAS yang bersifat menyeluruh dari hulu hingga hilir DAS serta mencakup keseluruhan lembaga/organisasi yang terlibat dalam pengelolaan DAS termasuk kewenangan masingmasing lembaga/organisasi berdasarkan fungsinya.
d) Nyatakan dengan jelas tanggung jawab (termasuk aspek finansial) masing-masing lembaga/organisasi terhadap masing-masing komponen program pengelolaan DAS.
4.3 Alternatif Bentuk Pengelola DAS
Bentuk lembaga pengelola DAS dalam arti mempunyai tugas operasional dapat dipilih dari tiga bentuk lembaga sebagai berikut:
  1. Badan Koordinasi
    Sebagai koordinator adalah instansi yang berwenang mengkoordinasikan penyelenggaraan pengelolaan DAS. Pelaksana operasional dan pemeliharaan dilaksanakan oleh instansi fungsional terkait.
  2. Badan Otorita
    Badan ini dibentuk oleh pemerintah sebagai pelaksana dengan tugas mengurus dan mengusahakan pemberdayaan Daerah Aliran Sungai dengan kebijakan-kebijakan yang ditetapkan oleh Dewan Air (Komisi DAS).
  3. Badan Usaha
    Badan Usaha (dalam bentuk BUMN atau BUMD) dibentuk oleh pemerintah atau Pemerintah Daerah yang ditugasi mengusahakan DAS sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan oleh Dewan Air (Komisi DAS).
4.4 Komisi DAS
Kebijakan pengelolaan DAS yang meliputi aspek planning – programming – controling – budgeting dilaksanakan oleh suatu kelompok kerja yang berbentuk Komisi DAS di dalam struktur Dewan Sumberdaya Air (RUU Sumberdaya Air).
a. Tingkatan Komisi DAS.
Komisi DAS dibentuk dalam beberapa tingkatan sebagai berikut:
  1. Lingkup Nasional (Komisi DAS Nasional)
    Berfungsi menetapkan atau merumuskan? Kebijakan, Strategi dan Program pengelolaan DAS pada tingkat Nasional.
  2. Lingkup Regional (Komisi DAS Propinsi)
    Berfungsi menetapkan atau merumuskan? Kebijakan, Strategi dan Program pengelolaan DAS pada tingkat Regional.
  3. Lingkup Lokal (Komisi DAS Daerah)
    Berfungsi menetapkan atau merumuskan? Kebijakan, Strategi, Program, Pelaksanaan dan Pembiayaan pengelolaan DAS pada tingkat Kabupaten/Kota.
b. Keanggotaan Komisi DAS.
Keanggotaan Komisi DAS tersebut terdiri atas wakil seluruh pihak – pihak yang berkepentingan, yaitu:
  1. Komisi DAS Nasional:
    Wakil Departemen dan Lembaga Tinggi Negara terkait, Pakar/Pemerhati dan wakil pemanfaat untuk tingkat nasional.
  2. Komisi DAS Regional:
    Gubernur atau pejabat yang ditunjuk (sebagai Ketua), instansi yang mengurusi bidangbidang pengairan, kehutanan, pertanian dan pengendalian dampak lingkungan, instansi yang mengurusi perencanaan pembangunan (sebagai sekretaris), dengan anggota: Bupati/Walikota terkait, wakil pemanfaat (sesuai sektor masing-masing), pemuka masyarakat, pakar/pemerhati (dari Perguruan Tinggi) dan Lembaga Swadaya Masyarakat yang relevan di tingkat DAS yang bersangkutan.
  3. Komisi DAS Lokal:
    Bupati/Walikota atau pejabat yang ditunjuk (sebagai Ketua), instansi yang mengurusi bidang-bidang pengairan, kehutanan, pertanian dan pengendalian dampak lingkungan, instansi yang mengurusi perencanaan pembangunan daerah Kabupaten/Kota (sebagai Sekretaris), dengan anggota: wakil pemanfaat (sesuai sektor masing-masing), pemuka masyarakat, pakar/pemerhati (dari Perguruan Tinggi) dan Lembaga Swadaya Masyarakat ya ng relevan di tingkat DAS.
4.5 Koordinasi dalam Pengelolaan DAS
Telah disebutkan di muka bahwa argumentasi perlunya pengelolaan terpadu DAS adalah karena pengelolaan DAS mempersyaratkan pendekatan ekosistem. Pendekatan ekosistem adalah kompleks karena melibatkan multi-sumberdaya (alam dan buatan), multi-kelembagaan, multipihak yang berkepentingan, dan bersifat lintas batas (administratif dan ekosistem). Dalam konteks Indonesia, pola pengelolaan DAS yang akan diterapkan masih bertumpu pada mekanisme koordinasi dan kooperasi. Oleh karenanya, koordinasi dalam pengelolaan DAS menjadi elemen penting untuk terlaksananya pengelolaan DAS secara optimal. Pada bagian ini secara ringkas akan dikemukakan prinsip-prinsip pengembangan sistem koordinasi pengelolaan terpadu DAS.
Sistem koordinasi pengelolaan DAS sebelum taun 2001 diatur dalam Keppres no 9 tahun 1999 tentang Pembentukan Tim Koordinasi Kebijaksanaan Pendayagunaan Sungai dan Pemeliharaan Kelestarian Daerah aliran Sungai. Akan tetapi Keppres tersebut diganti dengan Kepres No.123 Tahun 2001 tentang Pembentukan Tim Koordinasi Pengelolaan Sunmber Daya Air. Dalam  Keppres 123 tersebut ditentukan bahwa Ketua Tim Koordinasi adalah Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Wakil Ketua adalah Menteri Negara Perncnaan Pembangunan Nasional dan Ketua Harian adalah Menteri Pemukiman dan Prasarana Wilayah. Sedangkan anggotanya adalah Menteri Dalam Negeri, Menteri Negara Lingkungan Hidup/Kepala Bapedal, Menteri Pertanian, Menteri Kehutanan, Menteri Perhubungan, Menteri Kelautan dan Perikanan, Menteri Kesehatan, Menteri Keuangan, Menteri Perindustrian dan Perdagangan, dan Menteri Energi dan
Sumber Daya Mineral.
Tim Koordinasi Sumber Daya Air bertugas membantu Presiden dalam merumuskan kebijakan nasional sumberdya air dan berbagai perangkat kebijakan lain yang diperlukan dalam bidang sumberdaya air. Untuk melaksanakan tugas tersebut Tim Koordinasi mempunyai fungsi :
a. Melakukan koordinasi perumusan kebijakan pengelolaan sumbedaya air yang meliputi konservasi, pendayagunaan sumber daya air dan pengendalian daya rusak;
b. Melakukan konsultasi internal dan eksternal dengan semua pihak baik pemerintah maupun non-pemerintah dalam rangka keterpaduan kebijakan dan pencegahan konflik antar sektor dan antar wilayah dalam pengelolaan sumberdaya air;
c. Memberikan pertimbangan kepada presiden mengenai pengelolaan sumberdaya air;
d. Memantau dan mengevaluasi pelaksanaan kebijakan pengelolaan sumberdaya air;
e. Menyampaikan laporan perkembangan penyelenggaraan kebijakan pengelolaan sumberdaya air kepada Presiden.
Penyelenggaraan tugas dan fungsi Tim Koordinasi Pengelolaan Sumberdaya Air sehari-hari dilaksanakan oleh Ketua Harian dibantu oleh Sekretariat Tim Koordinasi Pengelolaan Sumberdaya Air yang diketuai oleh Sekretaris I Tim Koordinasi Pengelolaan Sumberdaya Air yaitu Deputi Bidang Produksi, Perdagangan dan Prasarana, Bappenas. Sekretariat Tim koordinasi ini terdiri dari Tim Pengarah, Tim Pelaksana dan Tim Kerja yang keanggotaannya terdiri dari unsur-unsur pemerintah dan non-pemerintah.
Fungsi koordina si adalah proses pengendalian berbagai kegiatan, kebijakan, atau keputusan berbagai organisasi/lembaga sehingga tercapai keselarasan dalam pencapaian tujuan-tujuan dan sasaran-sasaran umum yang telah disepakati bersama. Dengan kata lain, pengertian koordinasi mencakup dua aspek penting, yaitu: (a) koordinasi kebijakan dan (b) koordinasi kegiatan atau program.
Koordinasi kebijakan secara umum menyerupai koordinasi dalam perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan. Telah disinggung di muka bahwa pengelolaan DAS melibatkan beberapa departemen sektoral yang masing-masing departemen membuat kebijakan pengelolaan sumberdaya sesuai dengan kepentingan sektornya masing-masing. Keadaan ini mengakibatkan terjadinya tumpang-tindih kebijakan dan bahkan tabrakan kepent ingan antar departemen sektoral.
Untuk mencegah dan/atau menyelesaikan permasalahan tersebut perlu dilakukan koordinasi. Dalam hal ini, koordinasi dalam perumusan kebijakan dapat dibedakan menjadi:
a) Koordinasi kebijakan preventif, yaitu pencegahan sedini mungkin kemungkinan terjadinya tabrakan kepentingan di antara berbagai instansi yang terkait.
b) Koordinasi strategis, lebih diarahkan kepada upaya penyelarasan antara suatu kebijakan tertentu dengan kepentingan strategis pencapaian tujuan umum yang telah disepakati bersama.
Koordinasi program secara umum lebih berkaitan dengan koordinasi kegiatan administrasi. Secara khusus koordinasi program dibedakan menjadi:
a) Koordinasi administrasi prosedural, pada umumnya diarahkan untuk menciptakan keselarasan berbagai prosedur dan metode administratif. Tujuannya adalah untuk menciptakan efisiensi administrasi dan konsistensi dalam mencapai tujuan akhir yang telah disepakati bersama.
b) Koordinasi adminstrasi substansial, pada umumnya diarahkan untuk menciptakan keselarasan kerja dan kegiatan (sinergi), bagi setiap unit organisasi termasuk individual dalam rangka tercapainya efisiensi, efektivitas, dan produktivitas pelaksanaan kebijakan demi tercapainya tujuan akhir yang telah disepakati bersama.

Mengacu pada Kepres No. 123 Tahun 2001 dan Rancangan Undang-Undang Sumberdaya Air (sedang disiapkan), maka koordinasi pengelolaan DAS untuk tingkat nasional adalah bagian dari fungsi dan tugas pokok Tim Koordinasi Pengelolaan Sumberdaya Air karena DAS dikategorikan sebagai bagian sumber air selain Waduk, Rawa, dan badan sungai itu sendiri.
Dengan fungsi dan tugas serta struktur tersebut di atas, maka dapat dikatakan bahwa Tim Koordinasi beserta pelaksananya di lapangan dapat klasifikasikan sebagai pelaksana dalam pelaksanaan pengelolaan terpadu DAS. Sedangkan menurut Rancangan Undang-Undang Sumberdaya Air, Komisi DAS Nasional secara struktural berada di bawah koordinasi Dewan Nasional Sumberdaya Air. Komisi DAS yang terdiri atas para pihak – pihak yang berkepentingan merupakan gabungan dari wakil masyarakat, pakar (universitas), masyarakat industri/bisnis, anggota parlemen bersifat sebagai pengguna/pemanfaat sumberdaya air.
Dengan anggota dan  kedudukan tersebut di atas, maka Komisi DAS dapat dikategorikan sebagai pengawas ?.
Mekanisme kerja antara Tim Koordinasi dan Komisi DAS bersifat kemitraan dimana dalam proses penyusunan kebijakan, kriteria/standar, pedoman, Tim Koordinasi akan mendiskusikannya dengan Komisi DAS Nasional. Dengan demikian, hasil penyusunan kebijakan, pedoman, kriteria/standar dapat diterima semua pihak yang berkaitan dengan pengelolaan DAS.
Untuk mengoptimalkan pelaksanaan kebijakan pengelolaan sumberdaya air ditingkat propinsi, Gubernur dapat membentuk Tim Koordinasi Prpinsi yang akan mengkoordinasikan hasil penyusunan kebijakan, kriteria/standar, dan pedoman yang telah dihasilkan Tim Koordinasi tingkat Nasional kepada dinas-dinas terkait di tingkat propinsi. Selain itu, tugas ketua Tim Koordinasi Propinsi adalah mengkoordinasikan mekanisme kerja pengelolaan DAS antar kabupaten/kota dalam DAS lintas kabupaten. Dalam hal ini, sesuai dengan yang diatur dalam RUU Sumberdaya Air, Gubernur dalam menjalankan tugas koordinasinya terhadap dinas-dinas di lingkungan jurisdiksinya akan bekerja sama dengan Komisi DAS Regional yang lebih berperan sebagai “pengawas” dari kinerja Tim Koordinasi Regional
Pada tingkat kabupaten/kota, Bupati/Walikota dapat membentuk Tim Koordinasi Pengelolaan Sumberdaya Air Kabupaten, Bupati bisa sebagai koordinator bagi dinas-dinas terkait di tingkat kabupaten/kota dalam DAS satu kabupaten/kota. Pada tingkat ini, kinerja Tim Koordinasi Kabupaten akan dipantau oleh Komisi DAS Lokal.
Hubungan kerja Tim Koordiansi Pengelolaan Sumberdaya Air Nasinal dengan Tim Koordiansi tingkat Daerah bersifat konsultatif dan koordinatif.
4.6 Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan DAS
Secara sederhana partisipasi masyarakat dapat diartikan sebagai upaya terencana untuk melibatkan masyarakat dalam proses pembuatan kebijakan dan pengambilan keputusan.
Partisipasi juga dapat diartikan sebagai suatu proses dimana pihak yang akan memperoleh dampak (positif dan/atau negatif) ikut mempengaruhi arah dan pelaksanaan kegiatan, tidak hanya menerima hasilnya.
a) Bentuk Partisipasi
Bentuk partisipasi masyarakat dapat dibedakan menjadi empat macam, yaitu partisipasi dalam:
  1. Tahap pembuatan keputusan. Dalam hal ini, sejak awal masyarakat telah dilibatkan dalam proses perencanaan dan perancangan kegiatan serta dalam pengambilan keputusan atas rencana yang akan dilaksanakan.
  2. Tahap implementasi. Keterlibatan masyarakat juga diupayakan pada tahap pelaksanaan kegiatan. Dengan demikian, masyarakat dapat mengontrol bagaimana kegiatan dilaksanakan di lapangan.
  3. Tahap evaluasi. Evaluasi secara periodik umumnya dilaksanakan pada tahap pelaksanaan dan pada akhir pelaksanaan kegiatan.
  4. Partisipasi untuk memperoleh manfaat suatu kegiatan.
b). Tingkatan partisipasi masyarakat
Ditinjau dari tingkatannya, partisipasi masyarakat dapat dibedakan sebagai berikut: Tingkatan Partisipasi Lingkup Keterlibatan Derajat Pembagian Wewenang
  1. Manipulasi Tercatat sebagai anggota Wewenang mutlak pada initiator kebijakan
  2. Menginformasikan Hak dan pilihan masyarakat diidentifikasi Wewenang dominan pada initiator kebijakan/program
  3. Konsultasi Pendapat masyarakat didengar, tetapi belum tentu ditindaklanjuti Wewenang dominan pada initiator kebijakan/program
  4. Kemitraan Saran/pendapat masyarakat dinegosiasikan Wewenang terdistribusikan secara proporsional di antara pihak – pihak yang berkepentingan
  5. Delegasi wewenang Masyarakat diberi wewenang mengelola sebagian atau seluruh bagian program Wewenang ada pada masyarakat
  6. Kontrol masyarakat dominan dalam merancang dan memutuskan program Wewenang mutlak pada masyarakat. Dengan adanya tingkatan-tingkatan partisipasi masyarakat seperti tersebut pada tabel di atas, maka perlu diupayakan agar partisipasi masyarakat tidak hanya sekedar berbentuk keterlibatan semu yang dikategorikan sebagai tingkat partisipasi manipulasi, dimana pada dasarnya tidak ada partisipasi masyarakat, melainkan diupayakan untuk tercapainya tingkat partisipasi dimana masyarakat memiliki wewenang yang cukup dalam kemitraan antara masyarakat dan pemerintah/non-pemerintah sebagai initiator kebijakan/program.
Untuk mencapai tingkat partisipasi yang tinggi, berikut ini adalah beberapa elemen kunci yang perlu dipertimbangkan:
  1. Kompatibilitas yang didasarkan atas kepercayaan dan saling menghargai di antara partisipan.
  2. Manfaat bagi seluruh partisipan yang terlibat.
  3. Wewenang dan keterwakilan yang sederajat. Tingkat partisipasi akan melemah apabila ada sebagian pihak yang terlalu mendominasi, sementara sebagian lainnya tidak mempunyai wewenang sama sekali.
  4. Mekanisme komunikasi yang baik harus dibangun secara internal di antara partisipan dan dengan pihak luar yang relevan.
  5. Adaptif terhadap berbagai perubahan yang mungkin terjadi.
  6. Integritas, kesabaran dan ketekunan harus diciptakan di antara partisipan.
c) Metode Partisipasi
Pengelolaan DAS dengan pendekatan partisipatif akan melibatkan beberapa pihak yang berkepentingan dalam perencanaan maupun implementasinya, diantaranya adalah masyarakat. Salah satu metode pendekatan partisipatif adalah Participatory Rural Appraisal (PRA), metoda yang dirancang untuk memungkinkan masyarakat/ responden melakukan penelitian atas persoalan yang dihadapinya untuk kemudian memecahkan masalah menurut persepsi dan cara mereka sendiri dengan atau tanpa bantuan pihak lain.

BAB V IMPLEMENTASI PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI

Pengelolaan Terpadu DAS pada dasarnya merupakan pengelolaan partisipasi berbagai sektor/sub sektor yang berkepentigan dalam pemanfaatan sumberdaya alam pada suatu DAS, sehingga di antara mereka saling mempercayai, ada keterbukaan, mempunyai rasa tanggung jawab dan saling mempunyai ketergantungan (inter-dependency). Demikian pula dengan biaya kegiatan pengelolaan DAS, selayaknya tidak lagi seluruhnya dibebankan kepada pemerintah tetapi harus ditanggung oleh semua pihak yang memanfaatkan dan semua yang berkepentingan dengan kelestariannya.
Untuk dapat menjamin kelestarian DAS, pelaksanaan pengelolaan DAS harus mengikuti prinsip-prinsip dasar hidrologi. Dalam sistem ekologi DAS, komponen masukan utama terdiri atas curah  hujan sedang komponen keluaran terdiri atas debit aliran dan muatan sedimen, termasuk unsur hara dan bahan pencemar di dalamnya. DAS yang terdiri atas komponen-komponen vegetasi, tanah, topografi, air/sungai, dan manusia berfungsi sebagai prosesor.
Berikut ini adalah kegiatan yang relevan dengan pengelolaan DAS untuk menjamin kelestarian serta adanya peran para pengelola yang terlibat.
5.1 Pengelolaan Daerah Tangkapan Air (catchment area)
Sesuai dengan rencana makro, rencana kerja jangka menengah dan tahunan konservasi Daerah Tangkapan Air (DTA/catchment area), Dinas/instansi terkait dan masyarakat, sebagai pelaksana pengelolaan sumberdaya alam di DAS melaksanakan kegiatan pemanfaatan dan konservasi DTA.
Bentuk kegiatan pemanfaatan dan konservasi sumberdaya alam di DTA diutamakan untuk meningkatkan produktivitas lahan dalam memenuhi kebutuhan barang dan jasa bagi masyarakat dan sekaligus memelihara kelestarian ekosistem DAS. Kegiatan tersebut dilakukan melalui tataguna lahan (pengaturan tataruang), penggunaan lahansesui dengan peruntukannya (kesesuaian lahan, rehabilitasi hutan dan lahan yang telah rusak, penerapan teknik-teknik konservasi tanah, pembangunan struktur untuk pengendalian daya rusak air, erosi dan longsor. Dilakukan pula kegiatan monitoring kondisi daerah tangkapan air dan evaluasi terhadap pelaksanaan rencana pengelolaan DAS.
5.2 Pengelolaan Sumberdaya Air
5.2.1 Manajemen Kuantitas Air (Penyediaan Air)
a. Pembangunan Sumberdaya Air
Menyiapkan rencana induk pengembangan sumberdaya air termasuk di dalamnya neraca air, yang melibatkan berbagai instansi terkait serta melaksanakan pembangunan prasarana pengairan (sesuai dengan penugasan yang diberikan) dalam rangka mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya air.
b. Prediksi Kekeringan
Melakukan pemantauan dan pengolahan data hidrologis, membuat prediksi kemungkinan terjadinya kekeringan (mungkin menggunakan fasilitas telemetri dan bantuan simulasi komputer yang dihubungkan dengan basis data nasional dan internasional).
c. Penanggulangan Kekeringan
Secara aktif bersama Dinas/Instansi terkait dalam Satkorlak-PBA melakukan upaya penanggulangan pada saat terjadi kekeringan yang tidak dapat terelakkan.
d. Perijinan Penggunaan Air
Memberikan rekomendasi teknis atas penerbitan ijin penggunaan air dengan memperhatikan optimasi manfaat sumber daya yang tersedia.
e. Alokasi Air
Menyusun konsep pola operasi waduk/alokasi air untuk mendapatkan optimasi pengalokasian air.
f. Distribusi Air
Melakukan pengendalian distribusi air bersama Dinas/Instansi terkait dengan bantuan telemetri untuk melaksanakan ketetapan alokasi air.
5.2.2 Manajemen Kualitas Air
a. Perencanaan Pengendalian Kualitas Air
Bersama Dinas/Instansi terkait menyiapkan rencana induk dan program kerja jangka menengah dan tahunan pengendalian pencemaran air dan peningkatan kualitas air.
b. Pemantauan dan Pengendalian Kualitas Air
Berdasarkan rencana induk, melakukan pemantauan dan pengendalian kualitas air yang melibatkan berbagai instansi terkait. Pemantauan dilakukan secara periodik (baik kualitas air sungai maupun buangan limbah cair yang dominan) dan melaksanakan pengujian laboratorium serta evaluasi terhadap hasil uji tersebut. Rekomendasi diberikan kepada Pemerintah Daerah (Gubernur maupun Bapedalda) dalam upaya pengendalian pencemaran air, penegakan aturan dan peningkatan kualitas air sungai.
c. Penyediaan Debit Pemeliharaan Sungai
Berdasarkan pola operasi waduk dan/atau kondisi lapangan, dapat disediakan sejumlah debit pemeliharaan sungai setelah mendapatkan pengesahan alokasi dari Dewan DAS Propinsi.
d. Peningkatan Daya Dukung Sungai
Pelaksanaan peningkatan daya dukung sungai dengan melaksanakan upaya pengendalian di instream (penggelontoran, penyediaan debit pemeliharaan, peningkatan kemampuan asimilasi sungai) dan berpartisipasi aktif dalam kegiatan pengendalian di off-stream (pada sumber pencemar) melalui instrumen hukum maupun instrumen ekonomi di samping melaksanakan kegiatan penyuluhan untuk meningkatkan kontrol sosial dari masyarakat.
e. Bersama dengan instansi/dinas terkait menyelenggarakan koordinasi penyiapan program dan implementasi pengendalian pencemaran dan limbah domestik, industri dan pertanian.
5.3 Pemeliharaan Prasarana Pengairan
a. Pemeliharaan Preventif
Melakukan pemeliharaan rutin, berkala dan perbaikan kecil untuk mencegah terjadinya kerusakan prasarana pengairan yang lebih parah.
b. Pemeliharaan Korektif
Melakukan perbaikan besar, rehabilitasi dan reaktifikasi dalam rangka mengembalikan atau meningkatkan fungsi prasarana pengairan.
c. Pemeliharaan Darurat
Melakukan perbaikan sementara yang harus dilakukan secepatnya karena kondisi mendesak/darurat (karena kerusakan banjir dsb- nya).
d. Pengamatan Instrumen Keamanan Bendungan
Melakukan pengamatan instrumen keamanan bendungan (phreatic line, pore pressure dan lainlain) serta menganalisis hasil pengamatan tersebut untuk mengetahui adanya penurunan (settlement), rembesan (seepage) atau perubahan ragawi lainnya terhadap bendungan.

5.3 Pengendalian Banjir
a. Pemantauan dan Prediksi Banjir
Melakukan pemantauan dan pengolahan data hidrologis, membuat prediksi iklim, cuaca dan
banjir dengan menggunakan fasilitas telemetri dan bantuan simulasi komputer yang dihubungkan dengan basis data nasional dan internasional.
b. Pengaturan (distribusi) dan Pencegahan Banjir
Menyiapkan pedoman siaga banjir yang berlaku sebagai SOP (Standard Operation Procedure) pengendalian banjir yang dipergunakan oleh seluruh instansi terkait. Pengendalian banjir dilakukan melalui pengaturan operasi waduk untuk menampung debit banjir, dan pengaturan bukaan pintu air guna mendistribusikan banjir sehingga dapat dikurangi/dihindari dari bencana akibat banjir.
c. Penanggulangan Banjir
Berpartisipasi secara aktif bersama Dinas/Instansi terkait dalam Satkorlak-PBA melakukan
upaya penanggulangan pada saat terjadi banjir yang tidak dapat terelakkan.
d. Perbaikan Kerusakan Akibat Banjir
Bersama instansi terkait melakukan perbaikan atas kerusakan akibat terjadinya bencana banjir yang tidak terelakkan.
5.4 Pengelolaan Lingkungan Sungai
a. Perencanaan Peruntukan Lahan Daerah Sempadan Sungai
Bersama dinas/instansi terkait menyusun penetapan garis sempadan dan rencana peruntukan
lahan daerah sempadan sungai sesuai dengan Rencana detail Tata Ruang Daerah dalam
rangka pengamatan fungsi sungai.
b. Pengendalian Penggunaan Lahan Sempadan Sungai
Melakukan pengendalian dan penertiban penggunaan lahan di daerah sempadan sungai
bersama dinas/instansi terkait.
c. Pelestarian biota air
Mengupayakan peningkatan kondisi sungai yang kondusif untuk pertumbuhan biota air.
d. Pengembangan pariwisata, olah raga, dan trasnportasi air
Mengembangkan pemanfaatan sungai dan waduk untuk keperluan wisata, olah raga, dan
transportasi air bekerja sama dengan pihak-pihak terkait.
5.6 Pemberdayaan Masyarakat
a. Program penguatan ekonomi masyarakat melalui pengembangan perdesaan, sehingga pendapatan petani meningkat.
b. Program pengembangan pertanian konservasi, sehingga dapat berfungsi produksi dan pelestarian sumber daya tanah dan air.
c. Penyuluhan dan transfer teknologi untuk menunjang program pertanian konservasi dan peningkatan kesadaran masyarakat untuk berpartisipasi dalam upaya pengelolaan DAS.
d. Pengembangan berbagai bentuk insentif (rangsangan) baik insentif langsung maupun tidak langsung, dalam bentuk bantuan teknis, pinjaman, yang dapat memacu peningkatan produksi pertanian dan usaha konservasi tanah dan air.
e. Upaya mengembangkan kemandirian dan memperkuat posisi tawar menawar masyarakat lapisan bawah, sehingga mampu memperluas keberdayaan masyarakat dan berkembangnya ekonomi rakyat.
f. Memonitor dan evaluasi terhadap perkembangan sosial ekonomi masyarakat, serta tingkat
kesadaran masyarakat dalam ikut berperan serta dalam pengelolaan DAS.

BAB VI  MONITORING DAN EVALUASI

Selain sebagai sistem ekologi yang bersifat kompleks, DAS juga dapat dianggap sebagai sistem hidrologi. Sebagai suatu sistem hidrologi, maka setiap ada masukan (input) ke dalam sistem tersebut dapat dievaluasi proses yang telah dan sedang berlangsung dengan melihat keluaran (output) dari sistem. Dalam sistem hidrologi DAS, komponen masukan terdiri atas curah hujan sedang komponen keluaran terdiri atas debit aliran dan muatan sedimen, termasuk unsur hara dan bahan pencemar di dalamnya. DAS yang terdiri atas komponen-komponen vegetasi, tanah, topografi, air/sungai, dan manusia dalam hal ini berlaku sebagai prosesor.
Ekosistem DAS, terutama DAS bagian hulu merupakan bagian yang penting karena mempunyai fungsi perlindungan terhadap keseluruhan bagian DAS. Perlindungan ini, antara lain, dari segi fungsi tata air. Aktivitas perubahan tataguna lahan dan/atau cara bercocok tanam yang dilaksanakan di daerah hulu dapat memberikan dampak di daerah hilir dalam bentuk perubahan fluktuasi debit air dan transpor sedimen serta material terlarut lainnya. Oleh adanya bentuk keterkaitan daerah hulu- hilir seperti tersebut di atas, maka kondisi biofisik dan sosek suatu DAS dapat dimanfaatkan sebagai variabel monitoring dan evaluasi pengelolaan sumberdaya air. Lebih spesifik, hubungan antara indikator masukan (a.l., curah hujan) dan indikator keluaran (a.l., debit aliran, muatan sedimen, bahan pencemar) dari suatu DAS dapat dimanfaatkan untuk analisis dampak suatu aktivitas pembangunan terhadap lingkungan (hidrologi) di lokasi berlangsungnya aktivitas pembangunan (on-site) dan, terutama pengaruhnya di daerah hilir (off-site).
Monitoring didefinisikan sebagai aktivitas pengamatan yang dilakukan secara terus-menerus atau secara periodik terhadap pelaksanaan salah satu atau beberapa program pengelolaan DAS untuk menjamin bahwa rencana-rencana kegiatan yang diusulkan, jadwal kegiatan, hasil-hasil yang diinginkan dan kegiatan-kegiatan lain yang diperlukan dapat berjalan sesuai dengan rencana.
Karena maksud dilakukannya monitoring adalah untuk memperoleh kinerja pelaksanaan kegiatan secara efektif dan efisien, dalam hal ini merupakan bagian dari keseluruhan sistem manajemen informasi. Sedangkan evaluasi didefinisikan sebagai suatu proses yang berusaha untuk menentukan relevansi, efektivitas dan dampak dari aktivitas-aktivitas yang dilaksanakan untuk mencapai sasaran yang telah ditentukan. Dengan demikian, evaluasi kegiatan/proyek pengelolaan DAS merupakan suatu proses pengorganisasian dan alat manajemen yang berorientasi pada aktivitas-aktivitas proyek yang perlu dilaksanakan untuk memperbaiki kinerja kegiatan-kegiatan proyek yang sedang berjalan serta memperbaiki perencanaan dan proses pengambilan keputusan pada masa-masa yang akan datang.
Untuk memperbaiki kinerja proyek pengelolaan DAS, komponen-komponen monitoring dan evaluasi perlu diintegrasikan dalam rencana pengelolaan DAS karena dengan cara ini kelompok sasaran (target group) dalam proyek diharapkan akan memperoleh keuntungan yang lebih besar pada waktu yang telah ditentukan. Dengan kata lain, untuk memperoleh hasil monitoring dan evalusi seperti yang diharapkan, maka kegiatan-kegiatan monitoring dan evaluasi harus dapat memenuhi persyaratan-persyaratan sebagai berikut: (1) tepat waktu, (2) efektif dalam pembiayaan termasuk keterlanjutan dana, (3) mampu mencakup wilayah dan komponen kegiatan proyek secara maksimum, (4) kesalahan dalam prosedur monitoring dan evaluasi diusahakan seminimal mungkin, dan (5) mengurangi segala bentuk subyektivitas dalam melaksanakan monitoring dan evaluasi.
Untuk memperoleh data dan informasi yang dapat memberikan gambaran menyeluruh mengenai perkembangan keragaan DAS, maka diperlukan kegiatan monitoring dan evaluasi DAS, yang ditekankan pada aspek tata air, perubahan penggunaan lahan dan sosial ekonomi.
6.1 Tujuan Monitoring dan Evaluasi
Tujuan utama monitoring dan evaluasi adalah memperoleh data dan informasi kondisi sumberdaya DAS yang dapat dimanfaatkan dalam penetuan kebijakan, perencanaan dan pelaksanaan program pengelolaan DAS, terutama pola pengelolaan yang bersifat holistik/integratif mencakup wilayah hulu-hilir DAS. Program monitoring dan evaluasi juga dianggap penting mengingat bahwa masih banyak pengambil keputusan dalam pengelolaan DAS yang belum menyadari bahwa solusi bagi kebanyakan permasalahan DAS adalah dengan memanfaatkan hasil monitoring dan evaluasi dalam sistem perencanaan pengelolaan DAS.
Pengalaman selama ini menunjukkan bahwa pada banyak kasus, kebijakan pengelolaan DAS termasuk penyusunan prioritas penanganan masalah yang timbul sebagai akibat aktivitas pengelolaan belum banyak memanfaatkan data yang berasal dari program monitoring dan evaluasi. Apabila dalam rencana program pengelolaan DAS telah disertai dengan program monitoring dan evaluasi, seringkali data/informasi yang dikumpulkan tidak secara langsung berkaitan atau menjawab pertanyaan-pertanyaan yang relevan dengan kebijakan pengelolaan yang telah dan akan dirumuskan. Oleh karena itu, diperlukan sistem monitoring dan evaluasi termasuk sistem manajemen data.
6.2 Monitoring dan Evaluasi Penggunaan Lahan
Kegiatan ini dimaksudkan untuk memperoleh gambaran mengenai perubahan penggunaan lahan pada suatu DAS/Sub-DAS. Data yang dikumpulkan dalam monitoring penggunaan lahan adalah luas masing-masing jenis penggunaan dan penutupan lahan. Tujuan monitoring penggunaan lahan adalah untuk mengetahui perubahan pemanfaatan lahan dan perubahan luas masing-masing jenis penggunaan dan penutupan lahan. Evaluasi penggunaaan lahan terutama untuk melihat hubungannya dengan dampak terhadap erosi, sedimentasi, produktivitas lahan dan sosial ekonomi masyarakat.
6.3 Monitoring dan Evaluasi Tata Air
Monitoring tata air salah satunya dimaksudkan untuk mengetahui perkembangan kuantitas, kualitas dan kontinuitas aliran air dari DAS/Sub-DAS bersangkutan setelah dilaksanakan kegiatan atau program-program pengelolaan DAS.
Data yang dikumpulkan, antara la in:
a) Data curah hujan; diperoleh dari stasiun pencatat hujan yang ada di wilayah kerja.
b) Data besarnya aliran air sungai (debit sungai) diperoleh dari outlet DAS/Sub DAS.
c) Data kualitas air terutama kandungan lumpur terlarut (suspended sediment).
Evaluasi tata air didasarkan pada hasil analisis terhadap debit sungai maksimum dan minimum hingga dapat diketahui nilai koefisien rejim sungai (KRS)-nya, hasil perhitungan muatan sedimen sungai sehingga dapat dipakai untuk memperkirakan erosi yang terjadi, membandingkan antara debit sungai dengan curah hujan, sehingga dapat diketahui perubahan koefisien run-off dari tahun ke tahun.
6.4 Monitoring dan Evaluasi Sosial-Ekonomi
Kegiatan ini dimaksudkan untuk memperoleh gambaran tentang pengaruh dan hubungan timbal balik antara faktor-faktor sosial ekonomi dengan kondisi sumberdaya alam (tanah dan air) di dalam DAS. Data yang dikumpulkan dalam monitoring sosial ekonomi mencakup kependudukan dan aspek sosial ekonomi seperti pendapatan, perilaku, pendidikan, persepsi, dan mata pencaharian. Sasaran yang ingin dicapai adalah mengetahui perubahan kondisi sosial ekonomi sebelum ada program pengelolaan DAS dan setelah adanya kegiatan- kegiatan pengelolaan sumberdaya alam seperti rehabilitasi hutan dan lahan baik secara vegetativ maupun secara sipil teknis.
6.5 Evaluasi DAS
Kegiatan evaluasi untuk mengetahui tingkat keberhasilan ataupun kegagalan dan aktivitas pengelolaan DAS baik dari aspek fisik, sosial ekonomi, maupun kelembagaan. Tujuan evaluasi DAS untuk menilai tingkat kinerja dan keragaan (performance) pengelolaan DAS. Tolok ukur yang dipakai untuk penilaian adalah perubahan yang terjadi pada aspek-aspek tersebut, sejak saat perencanaan dan setelah implementasi, yang antara lain meliputi :
a) Perubahan karakteristik hidrologi DAS, seperti debit rata-rata, debit puncak, maksimum dan minimum, koefisien limpasan, produksi dan kualitas air, sedimen terangkut yang keluar dari DAS.
b) Perubahan tataguna lahan yang mencakup perubahan pemanfaatan lahan, dari segi produksinya dan juga tingkat konservasinya.
c) Perubahan sosial ekonomi masyarakat misalnya pendapatan dan persepsi terhadap pengelolaan/konservasi sumberdaya alam tanah dan air dan partisipasi masyarakat terhadap usaha-usaha pengelolaan DAS.

BAB VII KRITERIA DAN INDIKATOR PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI

Kriteria pengelolaan terpadu Daerah Aliran Sungai adalah ukuran yang menjadi dasar penilaian tingkat keberhasilan dalam perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengendalian dalam optimalisasi pemanfaatan sumberdaya dalam DAS yang berkelanjutan. Indikator pengelolaan DAS yang berkelanjutan adalah alat pemantau yang dapat memberikan petunjuk untuk mengukur tingkat keberhasilan pelaksanaan pengelolaannya.
7.1 Kriteria dan Indikator Kinerja DAS
Dalam pedoman pengelolaan DAS, kriteria dan indikator kinerja DAS perlu ditentukan karena keberhasilan maupun kegagalan hasil program pengelolaan DAS dapat dimonitoring dan dievaluasi melalui kriteria dan indikator yang ditentukan khusus untuk maksud tersebut. Perlu ditekankan bahwa kriteria dan indikator yang diusulkan seharusnya bersifat sederhana dan cukup praktis untuk dilaksanakan, terukur, dan mudah difahami terutama oleh para pengelola DAS dan pihak lain yang mempunyai kepentingan terhadap program pengelolaan DAS. Tabel 7.1 menunjukkan kriteria dan indikator untuk menentukan kinerja DAS.
Penetapan kriteria dan indikator kinerja DAS diupayakan agar relevan dengan tujuan penetapan kriteria dan indikator dan diharapkan mampu menentukan bahwa program pengelolaan DAS dianggap berhasil atau kurang/tidak berhasil. Dengan kata lain, status atau “kesehatan” suatu DAS dapat ditentukan dengan menggunakan kriteria-kriteria kondisi tata penggunaan lahan, sosialekonomi, dan kriteria kelembagaan. Tabel 7.1. menunjukkan kriteria dan indikator yang digunakan untuk menentukan status “kesehatan” DAS termasuk parameter yang digunakan.
Pada Tabel 7.1. untuk menentukan kinerja suatu DAS dari aspek tata air, maka diperlukan indikator- indikator: debit aliran, kandungan sedimen dan bahan pencemar lainnya, dan nisbah hantar sedimen (Sediment Delivery Ratio). Untuk masing- masing indikator tersebut di atas, ditentukan parameternya, misalnya parameter untuk debit aliran sungai adalah data serial debit aliran sungai. Dengan cara yang sama, kinerja suatu DAS ditentukan berdasarkan kriteria-kriteria penggunaan lahan, kriteria sosial-ekonomi, dan kriteria kelembagaan.
7.2 Kriteria Pengelolaan DAS
Pengelolaa DAS yang berkelanjutan mempersyaratkan dipenuhinya criteria dan indicator untuk setiap komponen/aktivitas pengelolaan DAS yang terdiri atas perencanaan, pengorganisasian, implementasi, da monitoring dan evaluasi (monev). Untuk masing-masing komponen pengelolaa DAS tersebut diatas, criteria yang digunakan dan dianggap relevan untuk menentukan tercapainya pengelolaan DAS yang berkelanjutan adalah :
a Ekosistem
b Kelembagaan
c Teknologi
d Pendanaan
7.2.1. Aktivitas Perencanaan
Kriteria untuk perencanaan yang disusun dalam rangka pengelolaan terpadu DAS terdiri dari :
a) Telah digunakannya pendekatan ekosistem, artinya perencanaan bersifat menyeluruh dan mencakup sub komponen dalam ekosistem DAS yang dikelola.
b) Telah memadukan perencanaan pengembangan hulu dan hilir, pengembangan sumberdaya air dan konservasi DAS.
c) Perencanaan didasarkan pada optimalisasi teknologi, organisasi dan sumberdaya yang potensial termasuk pendanaannya.
d) Telah mempertimbangkan daya dukung kelembagaan dan kebijakan baik nasional, regional maupun daerah/lokal.

Tabel 7.1 Kriteria dan Indikator “kesehatan” DAS


7.2.2 Aktivitas Pengorganisasian
Pengorganisasian dimaksudkan agar pelaksanaan kegiatan pengelolaan DAS lebih efektif dan efisien, dalam arti masing-masing pihak yang terlibat dapat menjalankan tugasnya dengan baik dan bertanggungjawab. Untuk itu diperlukan kriteria manajemennya, yaitu :
a) Dikembangkan pengorganisasian yang melibatkan seluruh stakeholder.
b) Dijalankannya sistem koordinasi yang efektif menurut bentuk kegiatan dan sistem informasinya.
c) Dikembangkannya sistem koordinasi interdependensi sehingga tercipta kerja antar  stakeholder yang bersinergis.
7.2.3 Aktivitas Implementasi
Pada tahap pelaksanaan program-program yang dirancang haruslah menunjukkan adanya :
a) Optimasi pemanfaatan sumberdaya secara efisien.
b) Dorongan pelaksanaan konservasi sumberdaya alam dalam DAS
c) Meningkatnya peran stakeholder dan kelembagaan yang terlibat.
7.2.4. Aktivitas Pengawasan/Pengendalian Pengelolaan DAS
Karena pengelolaan DAS bertujuan kearah keberlanjutan pembangunan (sustainable development) dengan asas keterpaduan, maka pengendalian dapat ditunjukkan oleh :
a) Pengendalian/pengawasan melekat, secara bersama (sharing control) dan kemitraan (partnership control).
b) Hasil monitoring teranalisis dan evaluasi telah digunakan untuk peninjauan kebijakan dan perencanaan program lanjutan.
c) Mendorong partisipasi dan pengawasan publik dalam aktivitas monitoring dan evaluasi.
Uraian di atas menunjukkan bahwa kriteria dan indikator memainkan peran penting bagi tercapainya pengelolaan DAS yang berkelanjutan. Uraian kriteria dan indikator yang lebih lengkap dan menyeluruh ditunjukkan oleh Tabel 7.2.

Tabel 7.2 menunjukkan bahwa pengelolaan DAS yang berkelanjutan mempersyaratkan dipenuhinya kriteria dan indikator untuk setiap komponen/aktivitas pengelolaan DAS yang terdiri atas perencanaan, pengorganisasian, implementasi, dan monitoring dan evaluasi (monev). Untuk masing-masing komponen pengelolaan DAS tersebut di atas, kriteria yang digunakan dan dianggap relevan untuk menentukan tercapainya pengelolaan DAS yang berkelanjutan adalah: ekosistem, kelembagaan, teknologi, dan pendanaan.

Sumber : http://bebasbanjir2025.wordpress.com